Sabtu, 27 Juni 2015

AL IMAM AL MUHAJIR AHMAD BIN ISA, HIJRAHNYA MENGINSPIRASI WALISONGO DALAM MENANAMKAN ISLAM DI NUSANTARA

Tidak banyak yang tahu bahwa kunci suksesnya Walisongo dalam melakukan proses Islamisasi di Nusantara adalah karena mengikuti jejak dan langkah dari salah seorang leluhur utama mereka yaitu Al-Imam Ahmad Al-Muhajir. Selama ini mungkin kita hanya berfikir bahwa suksesnya Walisongo dalam mengislamkan bumi Nusantara dengan kearifan lokalnya hanya berdasarkan kemampuan komunikasi mereka dengan masyarakat, padahal dibalik itu ada sebuah inspirasi besar yang menyebabkan mereka berhasil dalam melakukan dakwah di negeri yang indah dan damai ini, yaitu Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, leluhur puncak Kaum Alawiyyin seluruh dunia yang diantaranya adalah keluarga besar Walisongo dan juga sebagian Kesultanan-kesultanan Nusantara seperti Kesultanan Demak, Banten, Cirebon, Palembang, Malaka, Sukapura, Mataram Islam, juga Kyai-Kyai Besar yang berada di daerah Jawa, Sunda, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.

Adanya wacana “Islam Nusantara” yang muncul telah membuat banyak fihak terkaget-kaget, bahkan sampai saat ini telah menciptakan pro dan kontra. Namun demikian ketika wacana tersebut muncul, justru difikiran kami terlintas tiga nama yang berkaitan dengan wacana Islam Nusantara tersebut, yang pertama adalah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, yang kedua Sayyid Abdul Malik Azmatkhan dan yang ketiga adalah Majelis Dakwah Walisongo. Untuk yang kedua dan ketiga kami sudah sering membahasnya dalam beberapa tulisan, sedangkan untuk Imam Ahmad Al-Muhajir, kami sendiri baru beberapa sesi saja menulisnya. Namun untuk sebuah kecintaan, terus terang nama beliau ini sangat melekat di diri kami, setiap ada pembacaan tahlil dan pembacaan Fatehah, tidak lupa nama beliau ini kami sebut dan kami sandingkan dengan nama Syekh Abdul Qodir Jaelani, Sayyid Abdul Malik Azmatkhan, Al Imam Faqih Muqaddam, dan Juga Walisongo. Bahkan di hampir semua majelis taklim di Jakarta baik yang dikelola para Habaib ataupun Kyai-Kyai, nama Al-Imam Ahmad Al-Muhajir sudah pasti disebut.

Al-Ahmad Al-Muhajir jelas bagi kami adalah tokoh besar dan inspirasi besar bagi Majelis Dakwah Walisongo. Dakwah beliau sangat menyentuh hati bagi semua fihak dan hingga kini masih terus dikenang dan dicontoh oleh para keturunannya yang bertebaran di seluruh dunia termasuk Walisongo.  Islam Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo jelas mengambil pola dan metode yang sama dengan ulama yang karismatik ini.

Bagi kami antara Walisongo dan Al-Imam Ahmad Al Muhajir tidak bisa saling dilepaskan, karena Imam Ahmad Al-Muhajir merupakan puncak leluhur Alawiyyin yang ada di Hadramaut yang  salah satu keturunannya adalah Walisongo. Sudah selayaknya nama Al Imam Ahmad Al Muhajir ini selalu kita kenang dan kita contoh perilaku dakwahnya. Sudah selayaknya pula bagi keturunanya bisa mengenal beliau ini lebih dekat seperti kita mengenal para kakek-kakek kita terdahulu. Oleh karena itu untuk mengetahui siapa sesungguhnya beliau serta bagaimana sejarah perjuangan beliau, mari kita lihat sejarah singkat tentang tokoh  Ahlul Bait yang luar biasa ini.

Siapa Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ini ?

Al Imam Ahmad bin Isa Arrumi dilahirkan di sebuah kota yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Basrah, Irak. Kota ini terletak sekitar 545 km dari Bagdad. Terletak di Sepanjang sungai Shatt-al Arab dekat Teluk Persia. Basrah memiliki peradaban penting dalam sejarah awal agama Islam. Didirikan tahun 636, Basrah kadang dijuluki “Venezia Timur Tengah” karena adanya terusan yang melintasi kota ini.

Al Imam Ahmad Al-Muhajir  dilahirkan dari sebuah keluarga yang bahagia yang dijaga kehormatannya oleh Allah SWT. Ayah beliau bernama Isa Al-Naqib bin Ali Al-Uraidhi. Sedang Ibu beliau bernama Zainab binti Abdullah bin Hasan Al Uraidhi. Lengkapknya nasab Al-Imam Ahmad adalah sebagai berikut : Al-Imam Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Jakfar Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Al-Imam Husein binti Sayyidah Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW.

Leluhur Keluarga besar Imam Ahmad bin Isa Al-Naqib (Kadang disebut Isa Ar-Rumi karena wajahnya seperti orang eropa/Rumawi) sebenarnya berdomisili di Madinah Munawaroh, namun kakek beliau yaitu Muhammad An-Naqib bin Ali Al Uraidhi pindah ke Basrah dan meninggal ditempat ini dalam usia 59 tahun. Adapun daerah Uraidh berjarak 4 mil dari Madinah.

Keluarga Al-Imam Ahmad bin Isa adalah keluarga terhormat, mereka dikenal berani, kaya, namun disertai karakter takwa dan istiqomah. Saudara Imam Ahmad yaitu Muhammad bin Isa adalah panglima perang dan pemimpin ekspansi wilayah Islam.

Kondisi politik pada saat Imam Ahmad dilahirkan, Basrah tengah dilanda konflik. Pemberontakan meledak di eufrat, sebuah wilayah di pinggiran Bashrah, kota subur yang dibangun pada masa khalifah Umar bin Khattab. Kala itu pemerintahan sudah beralih di Dinasti Abbasiyah, setelah sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Umayyah. Kondisi Basrah tidak terus membaik setelah Imam Ahmad dewasa dan menjadi orang alim. Di beberapa tempat Basrah diguncang oleh adanya pemberontakan dan fitnah yang silih berganti dengan  mengatasnamakan diri sebagai “Keluarga Nabi” padahal mereka itu bukan keturunan Rasululullah SAW.

Al Imam Ahmad bin Isa tumbuh dewas dibawah asuhan orangtuanya. Nuansa Keilmuan dan kemuliaan budi pekerti sangat terkenal di kalangan Ahlul bait itu.  Bagaimanan hal itu tidak terjadi, sedangkan sumber keilmuwan dan akhlak keluarga itu adalah Manhaj Nabawi (Kenabian).

Sejarah telah mencatat budi pekerti keluarga Nabi, baik keturunan Al-Hasan maupun Al-Husain, yang telah dilahirkan di madrasah bermanhaj Nabawi ini. Mereka telah mengawal perjalanan umat, menarik simpati hati, berdiri tegar melawan kebatilan, membayarkan kehidupan mereka sebagai ongkos bagi prinsip dan dakwah Islam, demi meninggikan kalimat La Ilaha Illalah.

Dari lingkungan yang dihiasi dengan ilmu dan kemuliaan inilah Imam Ahmad bin Isa dilahirkan. Beliau tumbuh dewas di antara ayah, kakek, paman-paman, yang mereka adalah Imam, Naqib, dan ulama. Beliau mempelajari ilmu-ilmu agama, baik tafsir, fiqih, adab, sejarah, bahkan ilmu logika kepada keluarganya itu.  Selain itu Bashrah sendiri saat itu adalah kota yang kaya dengan kebudayaan dan peradaban. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat, tokoh-tokoh sufi, pujangga, ahli fiqih, ahli hadist, semuanya ada di kota ini. Di Seluruh penjuru kota penuh dengan Majelis-majelis taklim. Para ulama saling bertukar pendapat, berdiskusi dan membahas berbagai macam keilmuwan. Murid-murid pun banyak yang berdatangan dari kota lain. Di Basrah juga banyak terdapat bermacam-macam mazhab dan faham yang berbeda seperti Syiah dan Mu’tazilah.

Saat Imam Ahmad Bin Isa tinggal dan mengenyam pendidikan di Basrah, Al-Imam Ahmad menguasai  bidang ilmu Agama (diniyah), Sejarah (tarikh) dan filsafat, bahkan keilmuwan beliau juga merambah pada bidang ilmu falak, ilmu sastra, Tassawuf, matematika dll. Hampir semua ulama besar yang terdapat di basrah dan juga beberapa wilayah lain adalah guru Al-Imam Ahmad.

Hijrah Dari Basrah

Untuk beberapa tahun, Imam Ahmad bertahan di Basrah, namun karena fitnah yang terus melanda Irak memaksa Imam Ahmad bin Isa untuk meninggalkan Basrah. Hijrah ini didorong oleh keinginan untuk melindungi keluarga dan sanak familinya dari bahaya fitnah yang melanda Irak pada waktu itu.

Pada umumnya umat Islam menghormati serta menaruh perasaan kasih sayang terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW. Ini bukan semata-mata karena mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga karena mereka memiliki budi pekerti yang luhur, keilmuwan yang tinggi dan wara. Kedudukan yang tinggi ini telah menyebabkan perasaan cemburu dan prasangka terhadap mereka dikalangan pemerintah. Mereka khawatir kalau-kalau keluarga Nabi ini akan merebut dan menggugat kekuasaan dari Dinasti Abbasiyah.

Dari masa kemasa golongan “Keluarga Nabi” menjadi sasaran pemerintah. Banyak diantara mereka  yang ditangkap dan dibunuh berdasarkan alasan yang bermacam-macam. Namun mayoritas “Keluarga Nabi” ini  bersikap sabar n menjauhkan diri dari kelompok yang menimbulkan kekacauan. Dari pengalaman  yang lalu, golongan tersebut yakin pada keterlibatan dalam dunia politik akan berakhir dengan kekecewaan. Selain itu seperti telah diketahui Al-Imam Ahmad bin Isa adalah salah satu pemuka ahlul bait (keluarga Nabi) yang populer, sehingga tidak diragukan lagi, beliau berada dalam pengawasan negara. Diam atau bergerak, beliau selalu dipantau. Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa dua pemberontakan yang terjadi kalau itu pemberontakan kaum Negro dan Qaramitah, mengatasnamakan gerakan tersebut sebagai gerakan Alawiyyun. Karena itu dengan berbagai pertimbangan Imam Ahmad memutuskan untuk hijrah ke Hijaz (Saudi Arabia sekarang).

Keluarga besar Imam Ahmad akhirnya hijrah meninggalkan basrah pada tahun 317 Hijriah saat berusia 38 tahun disertai dengan para pengikutnya yang setia.

Rute Perjalan Sampai Madinah

Daerah pertama yang dituju oleh rombongan Al-Imam Ahmad adalah Madinah Al-Munawaroh. Mereka menuju kota Suci itu melalui jalur Syam, karena rute yang biasa dilalui kurang aman. Jalur resmi itu dinamakan jalur Zubaidah, mengambil nama istri Harun Al-Rasyid.

Kafilah Al Imam Ahmad sampai di Madah hiinah dari jalur Tabuk pada tahun 317 H. Mereka tinggal di kota Suci itu selama setahun. Keluarga ini begitu menikmati Madinah sebaga negeri leluhur mereka.

Sejak berpindahnya Imam Ahmad dari Basrah ke Hijaz ini sejak itu beliau dijuluki “Al-Muhajir” atau Seorang yang berhijrah.

Hijrah yang dilakukan Imam Ahmad ini bukanlah “Hijrah Bid’ah”, karena sudah biasa dilakukan keluarga Nabi. Dimulai dari Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah yang kemudian diikuti oleh Imam Ali bin Abi Thalib Dari Hijaz ke Irak, dan anak turunnya seperti Al-Imam Husein bin Ali dari Madinah ke Irak (Karbala) dan juga keluarga Al-Hasani yang hijrah ke Magrib (Maroko). Bahkan  pada zaman sebelumnya, leluhur mereka , Nabi Ibrahi As juga telah melakukan hijrah ini dari Ur ke Al Quds (Palestina).

Hijrah menjadi satu-satunya jalan untuk menghindari gangguan orang-orang musyrik atau orang-orang yang berniat jahat, pergi ke daerah lain demi menyelamatkan keyakinan agama. Bila kondisi memang menuntut, hijrah harus dilakukan meski harus menanggung banyak resiko seperti berpisah dengan anak, teman, dan harta benda.  Tidak diragukan baha hijrah adalah bagian sejarah dan kisah hidup orang-orang sukses.

Berhaji Ke Makkah Al Mukaramah

Pada tahun berikutnya (318 H) rombongan Imam Ahmad Al-Muhajir beserta rombongan menuju Makkah untuk melakukan haji. Dan bersamaah dengan itu rupanya fitnah sekte Qaramitah ternyata telah melanda kota suci Mekkah. Mekkah yang harusnya suci dari perbuatan-perbuatan jahat telah tercemari oleh adanya gerakan Qaramitah, mereka membunuh jamaah yang ada didalam masjid, mereka mencongkel  hajar aswad dari tempatnya, mereka membantai 1700 orang di Masjidil Haram, mereka memenuhi sumur zamzam dengan mayat-mayat, mereka juga merampas harta dan perhiasan ka’bah dan juga merobek robek kiswah penutup ka’bah.

Bertemu Orang Hadramaut

Saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 318 H tersebut, Al-Imam Al-Muhajir bertemu dengan rombongan dari Tihamah dan Hadramaut. Tihamah adalah wilayah dataran rendah di Yaman bagian utara. Sedangkan Hadramaut adalah wilayah di selatan Yaman dan saat ini menjadi salah satu provinsi di negara yang terletak di selatan Jazirah tersebut.

Rombongan haji dari Yaman itu lantas belajar ilmu-ilmu agama dan akhlak kepada Al-Imam Ahmad Al-Muhajir. Mereka senang dan terkesan dengan budi pekerti beliau yang mulia. Pada episode selanjutnya, mereka menceritakan kepada Sang Imam tentang fitnah aliran Khawarij di Hadramaut dan mengajak beliau membantu mereka menyelesaikan fitnah itu. Al-Imam Al-Muhajir berjanji untuk datang ke negeri mereka.

Menuju Yaman

Setelah menunaikan haji pada tahun itu, Al Imam Ahmad Al-Muhajir dan rombongan bergerak menuju Selatan. Yang mereka tuju adalah negeri Yaman. Sebuah wilayah yang banyak mendapat pujian dari Rasulullah SAW. Setiba di Yaman Utara, rombongan ini lantas berpisah dengan beberapa anggotanya. Sedangkan Al Imam Ahmad bin Isa meneruskan  perjalanan ke Yaman Bagian Selatan, hingga sampai di desa Al Jubail dilembah Dawan

Tiba di Hadramaut

Pada tahun 320 hijriah Imam Ahmad Al Muhajir menginjakkan kakinya di Hadramaut. Dalam sejarah lama, wilayah ini dikenal dengan lembah Al-Ahqaf karena tekstur bagian timur lembah (wadi) ini didominasi bukit pasir berbatu, yang dalam bahasa arab disebut Al-Ahqaf. Secara umum tekstur Hadramaut terdiri dari lembah dan pasir yang tandus dan terkenal dengan suhu udara yang panas. Kondisi Hadramaut tentu berbeda dengan Basrah yang merupakan daerah subur. Oleh karena itu demi untuk mengetahui apa penyebab Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah ke Hadramaut ada baiknya kita mengetahui sebab sebab dibawah ini :
  1. Karena Allah dan Rasul-Nya : Terutama adalah untuk jaminan keselamatan agama beliau dan para pengikut, dari fitnah aliran sesat yang melanda  Basrah ketika itu, sebab itulah hijrah ini diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya, bukan untuk yang lain.
  2. Menepati Janji : Sebagaimana diketahui bahwa Al-Imam Ahmad Muhajir bertemu dengan  rombongan dari Tihamah dan mereka itu meminta bantuan Imam Ahmad untuk menyelesaikan fitnah yang terjadi dan Imam Ahmad Al-Muhajir  telah menyanggupi dan berjanji untuk datang ke negeri mereka.
  3. Membantu Orang Hadramaut : Para jamaah haji dari Hadramaut telah meminta kepada Sang Imam untuk membantu rakyat Hadramaut dalam membendung aliran Ibadhiyah (salah satu kelompok Khawarij) yang terus membesar.
Desa-Desa Yang Ditempati Al-Imam Al-Muhajir di Hadramaut
  1. Desa pertama yang beliau tempati adalah Dawan yang merupakan lembah terbesar yang ada di Hadramaut.
  2. Setelah ith beliau hijrah di Hajrain, 100 km disebelah barat kota Sewun. Di Hajrain beliau membeli kebun kurma dan pekarangannya seharga 1500 dinar. Beliau membangun rumah sederhana yang hingga kini bangunannya masih ada dan beberapa kali mengalami renovasi.
  3. Beliau berpindah lagi menuju kampung Bani Jusyair di desa Bur, 112 km dari Hajrain.
  4. Inilah tempat terakhir beliau yaitu Husayyisah, yaitu antara Tarim dan Sewun. Sayangnya Husayyisah yang sekarang menjadi desa mati dan rusak, namun demikian hingga kini makam Imam Ahmad  Al Muhajir masih ramai dikunjungi orang.

Pribadi Imam Ahmad bin Isa
  1. Zuhud : ketika saudara beliau yaitu Muhammad bin Isa menjadi panglima perang dan penguasa di beberapa daerah di Irak, beliau mendatanginya dan memberikan nasehat, sehingga akhirnya Imam Muhammad bin Isa rela meninggalkan semua kekuasaannya itu dan menempuh jalan para pendaluhunya, jalan menuju kebahagiaan akhirat serta ridha Allah. Di Basrah Irak, Imam Ahmad bin Isa memiliki kehormatan dan harta yang banyak, namun beliau tidak mengindahkannya, sebaliknya beliau menyibukkan diri dengan ibadah, perjuangan dan dakwah agama. Fakta ini mencerminkan karakter orang Shalih dan zuhud pada dunia. Tak hanya menasehati orang lain, Imam Ahmad telah rela meninggalkan bisnis dan relasinya di Basrah untuk menuju daerah baru yang belum beliau kenal medan dan situasinya demi menyelamatkan agama yang beliau yakini.
  2. Berilmu luas dan Bijak : beliau mempunyai pengetahuan agama yang luas dan seorang yang bijaksana. Beliau tidak hanya menyampaikan informasi dalam situasi biasa, atau kepada orang-orang yang sefaham dan seakidah, ilmu dan nalar yang dimiliki beliau  mampu dijelaskan melebih standar pada masa itu. Beliau mampu menjelaskan hujjah dan logika  diatas kemampuan yang rata-rata dimiliki manusia. Pendekatan beliau adalah berdiskusi dengan cara yang terbaik (mujadalah billati hiya ahsan) dalam menghadapi aliran sesat, setelah itu beliau mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan, lemah lembut) dan memberikan mauizhoh hasanah (nasehat yang baik). Dengan kalangan Ibadhiyah bahkan Imam ahmad mampu “melumpuhkan” mazhab mereka.
  3. Sabar : Keputusan untuk berhijrah dari basrah membuktikan sifat sabar yang beliau miliki. Pertama : beliau rela meninggalkan harta benda di basrah. Beliau rela mengorbankan semua yang dimiliki daripada harus menyerahkan agama dan keyakinan kepada fitnah aliran sesat yang melanda Basrah kala itu. Kedua : hijrah yang beliau lakukan itu bukanlah pekerjaan ringan. Beliau menempuh perjalanan dari Basrah  ke Madinah terlebih dahulu, melalui jalur Syam sejauh 712 mil. Dari Madinah menuju Makkah, kemudian Tihamah, lalu Hadramaut Yaman.
  4. Dermawan : Beliau memiliki  sifat pemurah. Hal ini dibuktikan misalnya dengan menghibahkan kebun korma seharga 1500 dinar dan rumah yang telah beliau beli di Hajrain kepada pembantunya yang bernama Syuwaisyah bin Faraj Al Asbahani.
  5. Pemberani : Rute yang dilewati beliau mulai dari Basrah hingga lembah Hadramaut kala itu merupakan jalur konflik. Mereka harus siap siaga menghadapi serangan perampok dan orang-orang yang berniat buruk, terlebih beliau membawa harta kekayaan yang tidak sedikit yaitu 13 onta penuh dengan emas dan perak yang jumlahnya cukup banyak, belum para perusuh dari sekte Qaramitah. Tantangan lain misalnya keberadaan Srigala padang pasir yang sewaktu waktu menyerang kafilah mengingat jalur yang mereka lewati bukan jalur resmi belum lagi gundukan gunung pasti yang sewaktu waktu bisa berubah karena terpaan angin. Musafir yang melalui padang pasir juga harus pandai mengatur persediaan logistik terutama air. Tantangan yang terberat adalah jika dihitung jarak yang merentang dalam perjalanan yang ditempuh Sang Imam adalah Sepanjang 3.480, 86 km. Bila dibandingkan dengan Peta Indonesia, maka jarak tempuh Al Ahmad Muhajir  dalam hijrahnya itu seperti  jarak 3 kali pulau Jawa, sebuah  perjuangan besar dalam situasi medan berat yang dilalui jumlah rombongan yang banyak serta kondisi jalur yang tidak aman.
  6. Karismatik : Jumlah rombongan yang turut serta dalam hijrah Al Imam Ahmad bin Isa menunjukkan bahwa beliau sangat dicintai oleh pengikutnya. Bayangkan, beliau mampu mengajak 70 orang lebih untuk meninggalkan tanah air, mengembara ke laura negeri untuk mencari sebuah daerah baru yang belum mereka kenal. Andai beliau tidak dicintai maka tidak mungkin beliau mampu mengajak mereka semua. Karisma beliau ini diwarisi dari datuknya, Rasulullah SAW. Berkat karisma yang dipancarkan pribadi Rasulullah SAW, para sahabat rela berkorban membela beliau.
  7. Pebisnis Ulung : Al Imam Ahmad adalah sosok yang terhitung kaya di Basrah, ketika beliau hijrah harta kekayaan yang ditinggalkan, tidak habis hingga turun temurun ke anak cucunya yang ditinggalkan. Padahal dalam perjalanan Imam Ahmad bin Isa juga membawa harta yang banyak sebagi bekal diperjalanan. Beliau banyak bergaul dan mengetahui keadaan negara lain sehingga mempunyai pengalaman dalam bidang perdagangan dan bisnis. Apalagi pada masa itu Basrah adalah negeri tempat berlabuhnya pedagang Islam  dan berbagai golongan. Basrah adalah pelabuhan internasional pada Dinasti Abbasiyah. Basrah pada masa itu menjadi rute dan pusat penting perdagangan.

Peran Imam Ahmad Al Muhajir Di Hadramaut

  1. Menumpas Aliran Sesat : Disebutkan dalam dakwahnya beliau bersikap lemah lembut dan mengeluarkan hartanya, sehingga banyak orang-orang Khawarij yang datang kepadanya dan bertaubat setelah mereka sebelumnya berusaha menentang dan mencaci makinya. Terhadap pengikut Ibadhiyah beliau menggunakan dialog. Cara yang bijaksana ini menjadi daya tarik sendiri bagi para lawan diskusinya. Sang Imam merupakan sosok yang ahli dalam meyakinkan lawan bicaranya. Pendekatan ini menyebabkan aliran Ibadhi perlahan lahan hilang di Hadramaut kemudian berganti menjadi Mazhab Syafi’i dan menganut aqidah Asy’ari, boleh dikatakan  Hadramaut sejak abad ke 7 menjadi negeri Ahlussunnah Wal Jamaah.
  2. Menyelamatkan Keturunan Nabi Muhammad SAW : Dengan hijrahnya maka beliau telah menyelamatkan banyak keluarga Rasulullah SAW, baik dari segi keselamatan fisik maupun kemurnian akidah. Terbukti karena berkat hijrahnya, kemurniah rombongan Ahlul Bait yang beliau bawa hingga kini keturunannya masih terjaga secara akidah, bahkan berkat perjuangan keturunan Sang Imam, Islam yang berdasarkan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah menyebar ke segala penjuru negeri.

Peran Al Imam Ahmad Muhajir Bagi Dunia Islam     
        
Mazhab Syafi’i dan Sunni tersebar di Hadramaut berkat perantara Imam Ahmad bin Isa dan para muridnya. Dapat dipastikan, sebelum abad ketujuh hijriah berakhir, mazhab selain Sunni telah musnah dari Hadramaut.

Peran Imam Ahmad Al-Muhajir di dunia Islam, baik secara langsung maupun tidak telah diakui banyak fihak, berkat dakwahnya, beliau mampu menghilangkan mazhab-mazhab perusak itu, serta mampu memberikan Mazhab Syafi’i, hingga kemudian banyak orang yang bertaubat kembali ke ajaran yang lurus. Ahlul Bait yang satu ini benar-benar mendedikasikan dirinya secara total dalam bidang dakwah sehingga akhirnya beliau mampu memperoleh prestasi yang menakjubkan.

Wafatnya Imam Ahmad Al-Muhajir

Setelah perjuangan tanpa mengenal lelah dan penuh kesabaran, Al Imam Al Muhajir berhasil menanamkan metode dakwah dengan cara khasnya. Beliau berhasil pula menanamkan faham Ahlu Sunnah Wal Jammah di Hadramaut.

Beliau tinggal selama 25 tahun di Hadramaut dan wafat dalam usia 93 tahun (bahkan ada yang menulis bahwa beliau wafat dalam usia 100 tahun).
Pada Episode selanjutnya salah satu keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir khususnya pada abad 11 Masehi yang bernama Abdul Malik bin Alwi Ammul Faqih telah mengikuti jejak beliau untuk berhijrah ke negeri India, dan seperti mengikuti jejak leluhurnya yang ke 10 itu, Sayyid Abdul Malik mendapatkan nama yang harum di negeri India sehingga mendapatkan gelar “AZMATKHAN” atau “Bangsawan Mulia (Sayyid) dari Keturunan Rasulullah SAW”.

Sayyid Abdul Malik Azmatkhan yang lahir di Tarim Hadramaut inilah yang kemudian nanti menurunkan keluarga besar Majelis Dakwah Walisongo. Beliau hijrah dari Hadramaut untuk berdakwah ke negeri India dan kemudian mendapatkan prestasi dakwah yang baik. Jejak langkah beliau kemudian diikuti oleh salah satu keturunannya. Salah seorang cicit beliau yang bernama Sayyid Husein Jamaluddin/Syekh Jumadil Kubro Awal telah pula mengikuti jejaknya dengan melakukan hijrah secara besar-besaran ke Asia Tenggara khususnya wilayah Nusantara hingga kemudian beliau banyak menurunkan pada pendakwah tangguh yang bernama  Majelis Dakwah Walisongo (diantaranya Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Raden Fattah, Raden Bondan Kejawan dll) bahkan sebenarnya jika mau dipelajari, tidak hanya Sayyid Husein Jamaluddin, adik-adiknyapun banyak yang berhijrah di bumi Nusantara ini dan berhasil melakukan proses dakwah dengan akulturasi yang mengagumkan, seperti Sayyid Ali Nurrudin Syah yang merupakan leluhurnya Sunan Kalijaga, Sayyid Qomaruddin yang merupakan leluhurnya ulama ulama besar Garut, belum lagi nama seperti Syekh Quro Karawang, Syekh Datuk Kahfi, serta masih banyak lagi yang lainnya. Bahkan dalam beberapa penelitian salah seorang ahli sejarah dan silsilah dari sukapura Jawa Barat banyak ditemukan fakta yang mengagetkan dan mencengangkan tentang banyaknya keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir yang sudah menjadi pribumi Nusantara dan nyaris saja sejarah dan silsilah mereka tertutup.

Pelajaran Dakwah berharga yang pernah ditanamkan oleh Al Imam Ahmad Al-Muhajir kemudian menjadi kunci sukses keturunannya dalam melakukan proses Islamisasi di berbagai penjuru dunia termasuk Nusantara. Dengan metode dakwah yang mencontoh Al-Imam Ahmad Al-Muhajir Walisongo pada masa itu telah mampu menyebarkan Islam dengan cara cerdas dan jenius, dan ini kemudian diikuti oleh kyai-kyai keturunan Walisongo yang ada di Nusantara. Pendekatan ala Imam Ahmad Al-Muhajir dalam menghadapi aliran dan pemikiran sesat pada masa itu, benar-benar dipraktekkan sehingga mereka yang tadinya non muslim dengan sukarela menjadi Islam, mereka yang tadinya memandang sinis terhadap Islam ketika berhadapan dengan Walisongo menjadi Islam yang setia, budaya-budaya yang dianggap menyimpang pada masa itu tidak langsung diberangus, tapi diperbaiki dan diisi dengan unsur-unsur Syariah Islam, sehingga masyarakat saat itu merasa “diorangkan” oleh Walisongo, Islam saat itu betul-betul diterima dengan tangan terbuka oleh berbagai golongan, sekalipun fitnah melanda Walisongo terutama dari mereka yang tidak senang kepada Islam pada masa itu, semua itu dihadapi dengan cara-cara yang cerdas, cerdik dan bijaksana, toh leluhur mereka yaitu Al Imam Ahmad Al Muhajir bahkan lebih berat dari mereka.

Tanpa adanya  perang, tanpa adanya provokasi, tanpa harus harus membawa pedang, tanpa adanya pemaksaan atau caci maki, tanpa adanya sikap sering menyalahkan, "Islam Nusantara" yang pernah ditanam oleh Walisongo berhasil bertahan hingga kini dan itu karena berkat jejak langkah dan nama seorang yang luar biasa pada keturunan Rasulullah SAW, yaitu Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa. Wajah Islam Nusantara adalah wajah Islam yang penuh dengan Toleran, bijaksana, akomodatif tanpa harus hilang ketegasannya, dan itu adalah berkat pembelajaran yang diberikan oleh Al-Imam Ahmad Al-Muhajir kepada para keturunannya. Beliaulah yang menjadi Inspirasi Dakwah Keluarga Besar Walisongo dalam menyebarkan Islam  di Nusantara Yang penuh dengan Rahmatan Lil Alamin ini.

Al-Fatehah untuk Al-Imam Al-Muhajir Ahmad Bin Isa Ar-Rumi Al Husaini..................

Sumber :

Fairus Khoirul Anam, Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, Leluhur Walisongo dan Habaib Nusantara, Malang, Darkah Media, 2010.
Iwan Mahmud Al Fattah, Asal Usul Sejarah Nama Azmatkhan, Jakarta: Madawis, 2015.