Selasa, 04 Agustus 2015

PARA AHLI HIKMAH DAN ORANGTUA NABI MUHAMMAD DI ZAMAN FATRAH (Masa Ketauhidan Sejak Nabi Isa AS Sampai Ke Nabi Muhammad SAW)

Selama kurun waktu mulai sepeninggal Nabi Isa AS hingga saat kedatangan Nabi Muhammad SAW terdapat sejumlah orang ahli tauhid (orang-orang yang meyakini keesaan Allah SWT) dan mempercayai adanya hari kebangkitan kembali sesudah mati). Mereka ini adalah orang-orang yang menda’wahkan kebenaran Allah sejak masa Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. Masa inilah yangdisebut dengan masa FATRAH. Orang-orang ini ada yang dianggap sebagai Nabi dan adapula yang berpendapat lain.

Diantara sekian banyak dari orang-orang yang hidup pada masa FATRAH ini adalah sebagai berikut:

1. Handzalah bin Shinwan : Ia termasuk keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim AS. Sebagian menganggap dirinya adalah Nabi. Handzalah diutus Allah kepada kau Rass (Asshabur Rassi) yang juga berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim AS. Kaum Rass terdiri dari dua kabilah, yang satu bernama “Adnan” dan yang satunya lagi bernama “Yaaman” (ada yang menyebutnya “Ra’wail”. Dua Kabilah itu berada di negeri Yaman. Kepada mereka Handzalah menyampaikan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, tetapi mereka kemudian membunuhnya. Allah lalu mewahyukan kepada seorang Nabi dari Bani Israil cucu Yahuda supaya menyuruh raja Bukhtu Nasshar membinasakan kaum Rass.

2. Dzul-Qarnaen : Menurut riwayat berasal dari Wahb bin Munabbih, yang dimaksud “Dzul-Qarnaen” ialah Iskandar Yang Agung . Ia hidup dalam zaman fatrah. Penamaan Dzul-Qarnaen (Si Dua Tanduk) diberikan orang kepada Iskandar Agung karena suatu malam ia mimpi berada di dekat matahari hingga dapat memegang dua buah tanduknya, yaitu tanduknya di sebelah timur dan tanduknya di sebelah barat. Apa yang dilihatnya dalam mimpi itu ia ceritakan kepada kaumnya dan sejak itulah ia dinamakan “Dzul-Qarnain”. Di Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang secara ringkas menjelaskan siapa Dzul-Qarnaen yaitusurat Al Kahfi ayat 83 – 98.

3. Para Penghuni Goa (Ashabul Kahfi) : Kisah sebenarnya mengenai Ashabul Kahfi termaktub di dalamAl-Qur’anul Karim Surat Al Kahfi mulai ayat ke 13 hingga ke 26.

4.Jirjis : Jirjis hidup dalam zaman Fatrah, sepeninggal Nabi Isa AS, ia mengalami sebagian dari Kaum Hawariy (para pengikut setia Nabi Isa). Ia diutus mendatangi seorang raja di Maushil. Kepadanya ia berseru supaya menyembah sujud kepada Allah Azza Wa Jalla, tetapi kemudian ia dibunuh. Allah SWT menghidupkannya kembali, kemudian ia dibunuh lagi. Demikian terjadi hingga tiga kali. Ketiga kalinya ia dibakar oleh raja tersebut dan abunya dibuang ke sungai Dajlah (Tigris). Karena tindakan sekejam itu Allah murka lalu raja  dan semua pengikutnya dibinasakan.

5. Habib An-Najjar : Habib An-Najjar tinggal di Antakia, negeri Syam. Disana terdapat seorang raja yang zalim dan menyembah berhala serta gambar-gambar. Dua orang murid Nabi Isa Al Masih datang mengajaknya bersembah sujud kepada Allah Azza wa Jalla.Ajakan yang benar itu dijawab oleh raja dengan pukulan dan penyiksaan, lalu kedua-duanya dijebloskan ke dalam penjara. Untuk memperkuat dua ajakan orang itu, Allah mengutus orang ketiga, yang menurut para ahli riwayat ialah Petrus.Di kalangan orang Romawi dia dikenal dengan nama Petrus dan dikalangan orang aRAB dikenal dengan nama Sama’an.  Kisah yang nantinya berkaitan dengan Habib An-Najjar ini terdapat dalam surat Yaasin ayat 14– 19 dan ayat 20 – 21.

6. Ashabul Ukhdud : Hidup dalam zaman fatrah di Najran, Yaman, pada masa kekuasaan raja Dzu Nuwas yang beragama Yahudi. Ketika raja itu mendengar di Najran banyak orang memeluk agama Nasrani, ia datang sendiri ke kota ituuntuk menjatuhkan hukuman berat terhadap mereka. Ia memerintahkan penggalian parit atau liang besar kemudian dipenuhi dengan kayu bakar lalu menyalakannya. Semua orang Najran yang memeluk agama Nasrani digiring ke tempat itu, lalu kepada mereka dihadapkan salah satu diantara dua pilihan : masuk agama Yahudi atau tetap dalam agama nasrani. Siapa yang memeluk agama Yahudi ia selamat dan siapa yang mempertahankan agama nasrani ia dilemparkan ke dalam parit yang membara dan menyala. Peristiwa sekejam itu diabadikan dalam Kitab  suci Al-Qur’ansurat Al Buruj ayat 4 – 8.

7. Khalid bin Sinan Al ‘Absiy : Nama lengkapnya ialah Khalid bin Sinan bin Ghaits bin ‘Abs. Mengenai Khalid bin Sinan itu, Rasulullah SAW pernah berkata : “Ia seorang Nabi yang dilenyapkan kaumnya”. Seorang perempuan dari keturunan Khalid bin Sinan pernah datang menghadap Rasulullah SAW ketika beliau sedang membaca surah Al Ikhlas. Pada saat itu perempuan tersebut berkata : “Dahulu ayahku (yakni Khalid bi Sinan) pernah mengucapkan kata-kata seperti itu.

8. Riab Asy-Syanny : Ia berasal dari Bani Abdul Qais, hidup dalam zaman sebelum Bi’tsah dan memeluk agama nasrani sebagaimana yang diajarkan Nabi Isa AS. Menurut sebuah riwayat, pada masa itu banyak orang  mendengar suara berkumandang di angkasa dan mengatakan : “Penduduk bumi yang terbaik adalah tiga orang : Riab Asy-Syanny, Pendeta Bahira dan seorang lagi yang belum muncul (Yaitu Muhammad Rasulullah SAW).

9. As’ad Abu Karb Al-Himyariy : Ia seorang beriman yang hidup dalam zaman fatrah. Beberapa abad sebelum bi’tsah ia sudah mempercayai sepenuhnya akan kedatangan Muhammad SA sebagai Nabi dan Rasul. Dalam sebuah syairnya ia mengatakan :

“Aku Bersaksi bahwa Ahmad (Muhammad)adalah utusan Allah Pencipta Manusia”.
“Bila dikaruniai umur panjang mengalami hidupnya aku pasti membantunya”.
“Aku akan taat kepadanya bersama semua manusia di bumi, Arab maupun bukan Arab”.

Dalam sebuah riwayat, As’ad itulah orang pertama yang menyelimuti Ka’bah dengan kain.

10. Qus bin Sa’idah Al-Iyadiy: Qus bin Sa’idah adalah cucu Iyad bin Ad bin Ma’ad, terkenal sebagai orang arif di kalangan masyarakat Arab dan mempercayai sepenuhnya akan hari kebangkitan kembali sesudah mati. Dialah yang pada zamannya berkata : “siapa yang hidup ia pasti akan mati dan siapa yang telah mati luputlah segala-galanya. Apa yang akan datang pasti akan tiba waktunya”.

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, datang kepada beliau perutusan dari kaum Iyad. Kepada mereka beliau SAW, bertanya tentang Qus bin Sa’ad. Mereka menjawab, bahwa Qus telah meninggal dunia. Mendengar jawaban itu beliau berkata : “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Terbayang olehku seolah-olah ia berada di pasar Ukadz sedang mengendarai unta berwarna merah (coklat) seraya berseru “ Hai saudara-saudara, kumpullah serta dengarkan dan sadarilah, bahwa siapa yang hidup ia pasti akan mati dan siapa yang mati luputlah segala-galanya ! Apa yang akan datang pasti akan tiba waktunya!”

11. Zaid bin ‘Amr bin Nufail : Ia adalah ayah Sa’id bin Zaid,salah satu diantara sepuluh orang Sahabat Nabi yang diberitahu Rasulullah SAW akan masuk surga. Zaid adalah saudara misan (anak paman) Umar bin Khattab RA. Selama hidupnya, Zaid tidak sudi menyembah berhala, bahkan berani mencela patung-patung yang disembah kaum musyrikin itu. Oleh Al Khattab (ayah Umar RA) ia diserahkan kepada orang-orang jahat supaya mereka menyiksa dan menganiayanya. Ia lalu memencilkan diri di dalam gua Hira, hanya pada waktu-waktu tertentu saja ia masuk ke dalam kota Mekkah secara diam-diam. Beberapa lama kemudian ia pergi ke Syam untuk mencari-cari agama yang benar hingga meninggal dunia di negeri itu.

12. Umayyah bin Abis-Shilt Ats-Tsaqafy : Ia seorang penyair yang cerdas dan berpandangan luas, bekerja sebagai pedagang dan selalu bepergian ke Syam. Disana ia berjumpa dengan pembesar pembesar gereja nasrani dan yahudi. Ia banyak mempelajari kitab-kitab mereka, namun sebelum itu ia telah mengetahui akan datangnya seorang Nabi dari bangsa Arab. Dalam syair-syairnya ia mengetengahkan berbagai soal yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama. Misalnya, soal soal mengenai langit, bumi, bulan dan malaikat. Kecuali itu ia menyebut juga Nabi-Nabi, hari kebangkitan sesudah mati, surga dan neraka. Ia seorang yang mengagungkan kebenaran Allah Azza Wa Jalla dan mempercayaai tiada Tuhan selain Allah. Umayyah merupakan orang Arab pertama yang dalam surat-suratnya mencantumkan kalimat “Bismika Allahumma” sebagai pembukaan. Setelah Islam datang kalimat tersebut diganti dengan “Bismillahi Ar-Rahman Ar-Rahim”.

13. Waraqah bin Naufal : Nama lengkapnya Waraqah bi Naufal bin Asadbin Abdul Uzza bin Qushay. Ia anak lelaki Paman Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA istri Rasulullah SAW. Waraqah banyak mempelajari kitab-kitab agama Nasrani serta ilmu ilmu lainnya dan pantang menyembah berhala. Ialah yang memberitahu Khadijah Ra bahwa suaminya seorang calon Nabi bagi umat manusia,akan diganggu dan didustakan orang. Dalam pertemuannya dengan Muhammad SAW (sesudah bi’shah) ia berkata kepada beliau :”Hai putra pamanku, hendaklah anda tetap pada tugas dan kewajiban anda. Demi Allah yang nyawaku berada ditangan-Nya, ada akan menjadi Nabi bagi ummat manusia, anda akan diganggu, didustakan, diusir dan akan diperangi orang. Seumpama aku hidup mengalami masa kenabian anda, aku pasti akan turut membela kebenaran Allah”. Dalam syairnya mengenai Nabi Muhammad SAW, Waraqah menulis :

Ia seorang pemaaf dan berlapang dada
Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan
Menahan nafsu si saat marah
Pantang mengumpat dan melontar makian”

14. ‘Addas Maula Utbah bin Rabi’ah : Ia berasal dari penduduk Ninawa, bertemu dengan Rasulullah SAW ketika beliau sedang berdakwah mengajak penduduk kota Thaif supaya hanya bersembah sujud kepada Allah Azza wa Jalla, mengenai ‘Addas terdapat sebuah riwayat yaitu ketika ia melindungi Rasulullah SA dari penganiayaan orang-orang Thaif dengan menyembunyikan beliau di dalam sebuah kebun. ‘Addas termasuk orang yang diberitahu Rasulullah SAW akan beroleh kehidupan yang baik di akhirat kelak.

15.Abu Qais Shirmah bin Abu Anas : Ia seorang dari Kaum Anshar berasal dari Bani An-Najjar, hidup menghayati kerahiban, memakai pakaian kasar danmenjauhkan diri dari penyembahan berhala. Rumahnya dijadikan tempat ibadah,tidak boleh dimasuki perempuan yang sedang haid atau orang lain yang sedang junub. Ia dengan tegas mengatakan : “ Aku hanya menyembah Tuhannya Ibrahim”. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah ia segera memeluk Islam dan menjadi muslim yang baik serta patuh kepada Allah dan Rasulnya.

16. Abu ‘Amr Al-Ausiy : Nama Aslinya ialah ‘Abdu ‘Amr bin Shaifi bin Nu’man, berasal dari Bani ‘Amr bin ‘Uruf dari kabilah Aus. Ia seorang terhormat, di masa jahiliah ia hidup menghayati kerahiban dan memakai pakaian serba kasar. Hubungannya dengan Rasulullah SAW setiba beliau tiba di Madinah mempunyai kisah tersendiri yang cukup panjang. Ia keluar meninggalkan madinah bersama 50 orang pembantunya dan meninggal dunia di Syam sebagai orang Nasrani.

17. Abdullah bin Jahsyi Al-Asadiyia berasal dari Bani Asa bin Khuzaima, suami Habibah binti Abi Sufyan bin Harb sebelum wanita itu nikah dengan Rasulullah SAW. Ia banyak membaca kitab-kitab agama Nasrani kemudian cenderung kepada agama tersebut. Ia bersama istrinya memeluk agama Islam dan turut berhijrah ke Ethiopia/Habasyah (kini menjadi Eriteria) bersama sejumlah kaum muslimin. Di sana ia berbalik meninggalkan agama Islam dan memeluk agam Nasrani, sedangkan istrinya tetap memeluk agama Islam. Ia meninggal dunia di Hasbyah. Kepada kaum Muslimin ia pernah mengatakan : “Kami sudah dapat melihat pada saat kalian baru dapat membuka mata sedikit”.

Sepeninggal ‘Abdullah bin Jahsy, Habibah binti Abi Sufyan bin Harb (istrinya) menikah dengan Rasulullah SAW melalui perantaraan Najasy (Kaisar Negeri Habasyah), bahkan kaisar itulah yang membayarkan mas kawin 400 dinar kepada Habibah atas nama Rasulullah SAW. Jasa baik yang berikan Najasy itu atas dasar simpatinya kepada kaum Muslimin yang berhijrah ke negerinya. Sementara riwayat mengatakan, bahwa Najasyi kemudian masuk Islam.

18. Pendeta Bahira : Bahira seorang pendeta Nasrani yang beriman kuat menurut ajaran Nabi Isa Al-Masih As. Di Kalangan orang-orang Nasrani ia terkenal dengan nama Sirjis. Ia berasal dari kabilah ‘Abdul Qais. Ketika Rasulullah SAW masih berusia 12 tahun,oleh pamannya, Abu Thalib, beliau diajak bepergian ke Syam mereka diketahui oleh Bahira yang saat itu sedang berada di dalam biaranya. Bahira sudah mengenal Rasulullah SAW dari tanda-tanda dan sifat-sifat beliau yang terdapat di dalam kitab suci terdahulu. Ia melihat gumpalan awan meneduhi beliau SAW, disaat sedang beristirahat di sebuah tempat. Ia kemudian mempersilahkan Abu Thalib dan putra saudaranya itu singgah di biaranya. Kedatangan mereka disambut dengan hormat dan dijamu makan. Dalam kesempatan itu Bahira melihat sendiri tanda-tanda kenabian yang terdapat di punggung Muhammad SAW. Sambil meletakkan tangan pada tanda kenabian beliau itu Bahira menyatakan keyakinannya, bahwa putra Abu Thalib kelak kan menjadi seorang Nabi utusan Allah. Hal itu diterangkan olehnya kepadaAbu Thalib, dan Bahira minta agar mereka segera pulang. Kepada Abu Thalib ia berpesan supaya menjaga keselamatan putranya dari gangguan orang-orang Ahlul Kitab.

Berdasarkan keterangan ini, yang juga masukgolongan Ahlul Fatrah adalah Ayah dan Ibu Nabi kedua orang­tua Nabi termasuk ahlul fatrah, orang yang hidup dimasa fatrah, yakni suatu masa ketika terjadi kekosongan nubuw­wah (kenabian)dan risalah (kerasulan). Semenjak Nabi Isa AS hingga diutusnya nabi berikutnya,yakni nabi kita SAW, terpaut jarak waktu yang panjang. Umat manusia hidup tanpa adanya risalah ke­nabian. Para ulama mengatakan, manu­sia yang hidup di masafatrah ini tidak dimintai pertanggungjawaban. Mereka mendasarkan pendapatnyapada firman Allah SWT yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengadzab (suatukaum) hingga Kami mengutus seorang rasul.” (QS Al-Isra’: 15).

Dari ayat itu, orang-orang yang hidup sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, mereka adalah ahlul fatrah, yang tidak diadzab atas perbuatannya. Karena sebagai bentuk keadilan Allah adalah hanya mengadzab suatu kaum setelah jelas risalah datang kepada mereka namun tidak diindahkan.

Dari ayat itu pula dapat dipahami bahwa keluarga Nabi SAW sebelum diri­nya diangkat menjadi nabi dan rasul ada­lah ahlul fatrah, dan karena itu mereka tidak diadzab dan tidak digolongkan sebagai orang-orang musyrik atau kafir.

Inilah sikap yang adil, lantaran se­cara nalar tentu kita tidak bisa menerima bila seseorang dimasukkan ke dalam neraka padahal tidak ada seorang nabi pun yang mengajarkan agama kepada mereka. Bagaimana Allah, Yang Maha­ adil, sampai tega menghukum orang yang tidak tahu apa-apa? Pendapat ini dikemukakan oleh banyak ulama, di an­taranya Al-ImamAs-Suyuthi.

Sumber :

HMH Al Hamid Al Husaini, Sirothul Mustofa,Jakarta : Al Hamid Al Husaini Press, 1990, hlm 82 - 93
FatwaTegas Mufti Kesultanan Palembang Darussalam Tentang Ayah & Bunda NabiMuhammad Adalah Mukmin Dan Masuk Surga, Senin, 10 Juni2013.