Kamis, 26 Februari 2015

SAYYIDAH ZAENAB BINTI ALI BIN ABI THALIB, SRIKANDI KARBALA, SINGA BETINA BANI HASYIM, WANITA PENYELAMAT CICIT RASULULLAH SAW

Siapa beliau?  Bagi orang yang berkecimpung  dan memperdalam dunia yang berkaitan dengan AHLUL BAIT atau SERI KEHIDUPAN KELUARGA NABI MUHAMMAD SAW, nama beliau ini sangatlah tidak asing, karena kedudukan beliau ini sama terhormatnya dengan keluarga besar Rasulullah SAW lainnya.  Tidak mengenal nama beliau, berarti belum mengenal  Ahlul Bait secara utuh, kenapa demikian? Karena beliau inilah yang kelak berhasil menyelamatkan keturunan dari Rasulullah SAW dari pembantaian manusia manusia bengis dan tidak beradab di Padang Karbala Irak, padahal yang mereka bantai adalah keluarga Rasulullah SAW.

Keluarga Ahlul Bait Rasulullah SAW adalah keluarga yang mampu  memberikan sinar dan bercahayanya Islam dikota Mekkah dan Madinah. Dan salah satu yang memberikan cahaya itu adalah Sayyidah Zaenab, kenapa harus beliau?, karena berkat jasa beliaulah Ahlul Bait keturunan Sayyidina Husein bisa abadi sampai sekarang. Ya, Sayyidah Zaenab inilah  wanita yang berhasil menyelamatkan satu-satunya keturunan Rasulullah SAW dari Jalur Sayyidina Husein. Tidak terbayang jika saat itu Sayyidah Zaenab tidak berhasil menyelamatkan cicit Rasulullah SAW yang bernama Ali Zaenal Abidin, maka mungkin tidak ada yang namanya Walisongo, karena walisongo bernasabkan kepada Sayyidina Ali Zaenal Abidin. Terus terang menulis kisah beliau perasaan kami bergetar dan terharu, alagi bila membaca sejarah wanita yang agung ini. Namanya memang nyaris terlupakan dalam sejarah Islam dimasa Bani Umayyah dan Bani Abbasiah, namun tidak dimata para pejuang keadilan dan kehormatan. Bagi kami sosok Sayyidah Zaenab adalah sosok pahlawan Besar bagi umat Islam. Beliau pantas disejajarkan dengan wanita-wanita Islam hebat lainnya seperti Rabiatul Adawiyah, Sayyidah Nafisah binti Hasan, Ibundanya dan juga neneknya. Penting bagi mereka yang mendalam sejarah ahlul bait untuk mengetahui sosok yang satu ini.

Kisah beliau bila kita baca secara utuh diberbagai biografi yang ada,  betul-betul sangat menggetarkan, kami berapa kali membaca biografi beliau, sering kali merasa terharu melihat perjuangan wanita yang tangguh ini. Tidak terbayang ketika Sayyidah Zaenab berangkat bersama-sama dengan kakaknya Sayyidina Husein, terbayangkah kita bagaimana perjalanan waktu itu yang dilakukan oleh wanita-wanita Bani Hasyim demi mempertahankan sebuah kebenaran, termasuk salah satunya adalah Sayyidah Zaenab. Berapa kali Sayyidina Husein melarang adiknya untuk ikut Ke Kufah , negeri tempat akan  diangkatnya Sayyidina Husein oleh penduduk  disana, namun Sayyidah Zaenab tetap bersikeras mengikuti kakaknya. Kedekatan antara Sayyidina Husein  dengan Sayyidah Zaenab memang  sudah terkenal dimana-mana, kecintaan  Sayyidah Zaenab kepada kakaknya ini memang sangat luar biasa. Kisah Seorang Sayyidah Zaenab adalah kisah yang menggetarkan, dalam umur lima tahun ia menyaksikan Rasululllah wafat dengan dipenuhi tangisan penduduk Madinah.  Kedua,  tidak lama kemudian ibunya yaitu Sayyidatuna Fatimah Azzahra wafat karena dirundung duka atas wafatnya Rasulullah SAW,  beberapa tahun kemudian, ia menyaksikan langsung kematian ayahnya yang dbunuh secara tragis dibunuh oleh musuhnya dengan cara dibacok wajahnya dengan sadis, kemudian ia menyaksikan penderitaan kakaknya yang pertama yaitu Sayyidina Hasan tewas diracun istrinya sendiri yang sudah disogok Muawiyah bin abi Sufyan, kemudian ia menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya, bagaimana keluarga besar Bani Hasyim dibantai oleh pasukannya Yazid bin Muawiyah dengan panglimanya Ubaidilah bin Ziyad. Yazid bin Muawiyah adalah penguasa Islam saat itu, namun sayang prilakunya sebagai pemimpin umat Islam sangat tidak pantas karena berbagai prilakunya yang buruk, sehingga ini menyebabkan banyak orang yang benci terhadap tingkah lakunya. Namun mereka masyarakat saat itu tidak ada yang berani melawan kediktatoran Yazid ini, karena mereka tahu betapa kejamnya Yazid ini, dia tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja jika berani melawan kehendaknya, sudah banyak para sahabat Nabi yang sudah dia bunuh karena berani melawan kekuasaannya, Namun dari semua penindasannya, satu orang yang ternyata masih bernyali untuk melawan pemimpin yang bengis ini yaitu Sayyidina Husein. Kita tidak bisa membayangkan pada saat di Medan Karbala Irak itu. Dengan cuaca yang panas menyengat keluarga besar Bani Hasyim yang hanya jumlahnya kurang lebih 84 yang terdiri dari 12 wanita, belasan remaja (bahkan ada pula bayi), dan beberapa orangtua berhadapan dengan situasi berat sebelah,  disatu sisi mereka  sebenarnya tujuannya tidak untuk berperang, namun ironisnya karena kelicikan dari Yazid ini mereka terpaksa haras menghadapi pasukan yang jumlahnya 4000 dengan senjata yang lengkap. Jelas ini bukanlah perang tapi ini adalah ajang pembantaian!.

Keberangkatan Sayyidina Husein ke Karbala sendiri sebenarnya atas undangan Penduduk Kuffah yang katanya akan membaiat beliau menjadi Khalifah. Namun pada kenyataannya justru Penduduk Kuffah ini malah berkhianat dengan membiarkan Sayyidina Husein terjebak pada situasi yang mencekam di Padang Karbala. Sebelum keberangkatan Sayyidina Husein ke Kuffah sebenarnya sudah banyak sahabat-sahabat beliau yang mencegah, bahkan banyak yang menangis ketika mendengar beliau akan berangkat ke Kuffah Irak. Para sahabat tahu betul bagaimana watak penduduk Kuffah yang  tidak bisa dipercayai karena pernah berkhianat kepada Sayyidian Ali, kalau boleh memilih, sahabat lebih menganjurkan Sayyidina Husein menuju Yaman yang banyak mendukung pemerintahan Sayyidina Ali. Para sahabat yang mencegah beliau diantaranya :
  • Abu Bakar bin Abdurrahman
  • Abdullah bin Abbas, beliau sampai harus mengingatkan bagaimana dulu tragisnya nasib Sayyidina Ali KWA disaat berada di Kuffah
  • Abdullah bin Zubair, juga mengingatkan akan nasib tragis Sayyidina Ali KWA yang tebunuh di Kuffah Irak.
  • Abdullah bin Jakfar (suami Sayyidah Zaenab)
  • Muhammad bin Ali (Muhammad Al Hanafiah)
  • Amr bin Said
  • Abdullah bin Umar bin Khattab. Abdullah bin Umar bin Khattab bahkan sampai harus menyusul ke perbatasan untuk mencegah Sayyidina Husein ke Kuffah Irak. Begitu kagetnya beliau mendengar Sayyidina Husein akan berangkat ke Kuffah, sampai-sampai sebelum berpisah Abdullah bin Umar meminta kepada Sayyidina Husein membuka baju depannya, dan setelah dibuka, diciumlah badan Sayyidina Husein sebagaimana Rasulullah SAW pernah mencium badan tersebut. Dengan terharu Abdullah bin Umar melepas kepergian Sayyidina Husein, seolah beliau sudah tahu akan nasib orang yang dicintai ini. Nasehat Abdullah bin Umar sangat didengar Sayyidina Husein, namun Sayyidina Husein tetap bersikeras dan sudah bertekad untuk tetap berangkat ke Kuffah, beliau mengucapkan terima kasih kepada semua sahabat yang telah memberikan nasehat, namun karena tekadnya sudah mantap dalam melakukan jihad fisabillah, maka demi tegaknya kehormatan agama Islam beliau tetap berangkat ke Irak.
Dari semua nasihat ini, intinya mereka semua khawatir jika nasib Sayyidina Husein akan sama dengan Sayyidina Ali KWA yang telah terbunuh di Kuffah. Sayyidina Ali KWA terbunuh karena banyak pengkhianat di pemerintahannya, terutama beberapa penduduk Kuffah yang ada pada saat itu.

Kisah Sayyidina Husein dan Sayyidah Zaenab Akhirnya dimulai, ketika mereka harus berhenti pada sebuah padang yang bernama Karbala, ditempat itulah akhirnya menyebabkan mereka tidak bisa masuk kedalam wilayah Kuffah Irak. Ditempat itulah akhirnya mereka harus berhadapan dengan manusia-manusia yang tidak punya hati nurani. Mereka datang dengan kekuatan perang yang sesungguhnya, mereka berkuda, bersenjata lengkap dan berjumlah 4000 orang. Bandingkan dengan jumlah rombongan Sayyidina Husein yang hanya beberapa gelintir saja.

Petempuran dimulai!!!

Dengan perlengkapan yang super lengkap dari pasukan Ubaidhillah bin Ziyad itu, apakah membuat nyali Sayyidina Husein dan seluruh keluarga BanI Hasyim ciut, oh tidak..... justru mereka semakin bersemangat dalam menyongsong jihad fisabillah ini. Wanita-wanita yang ikut rombongan inipun turut semangat, namun mereka tidak  diperbolehkan untuk bertempur, terutama Sayyidah Zaenab. Sayyidina Husein sampai harus merayu adiknya agar supaya mengurus anak anak sayyidina Husein yang masih kecil, remaja bahkan yang bayi. Tidak ada orang yang ditaati Sayyidah Zaenab selain Sayyidina  Husein. Pembantaian sudah didepan mata, satu persatu pendekar Bani Hasyim keluar menantang berkelahi pasukan dari Yazid yang dipimpin Oleh Ubaidhilah, dengan berteriak, satu persatu anak Sayyidina Husein maju dan  berteriak, “Akulah putra Husein”, “akulah cicit Rasulullah SAW....” satu persatu menerjang musuh...Trasssss.....ada yang tersabet tangannya oleh pedang musuh sehingga putus, namun ia terus maju, trassssss.... copot lagi tangan sebelahnya, tapi ia maju melawan dan tidak mundur, tussss.... hujaman tombak dari musuhnya.... syahidlah korban pertama..... Sayyidah Zaenab berteriak menangis melihat salah satu putra Sayyidina Husein dibantai ramai-ramai oleh Pasukan perang Yazid. Perlu kita ketahui bahwa semua putra-putri  Sayyidina Husein jumlahnya 9 orang, 6 orang putra dan 3 orang putri.

Ciutkah nyali Keluarga besar Bani Hasyim...oh tidak saudaraku, mereka bahkan makin mantap menyongsong kematian, keberanian putra-putra Sayyidina Husein membuat sebagian sahabat Sayyidina Husein untuk maju menyodorkan tubuhnya kepada pasukan Yazid yang bengis itu, sambil berteriak, “Ya cucu Rasulullah SAW”, “saksikan jika aku mencintai engkau”, maka beberapa sahabat yang setia terhadap Sayyidina Husein maju ...... terjadilah pertarungan berat sebelah, namun tanpa diduga beberapa sahabat ini mampu menewaskan musuh musuhnya... sehingga membuat gentar pasukan Yazid, namun karena jumlah mereka tidak seimbang, akhirnya lagi lagi terjadilah pembantaian.....

Sudah beberapa orang Syahid.... Bagaimana dengan Sayyidina Husein dan Sayyidah Zaenab, lagi lagi Sayyidina Husein mengingatkan agar Sayyidah Zaenab tidak terpancing dan tetap sabar untuk merawat anaknya Sayyidina Husein yang masih kecil... Anak –anak Sayyidina Husein yang lain akhirnya maju, mulai dari Ali  Al akbar, Abdullah, Jafar, Muhammad, serta beberapa sepupu mereka maju menerjang bagaikan singa lapar, sementara nun jauh dibelakang, ada tangisan bayi yang merintih kehausan, bayi tersebut adalah Ali Al Asghor, anak terkecil Sayyidina Husein, Ali Al Asgor menjerit dan merintih menahan haus, Ali Al Asgor tidak bisa minum, karena air minum mereka habis, sedangkan sungai euprat ada didepan mata, namun karena sungai itu sudah diblokade dan dijaga agar tidak bisa diraih, maka semua keluarga Bani Hasyim kehausan yang sangat. Ciutkah??? Oh tidak...justru mereka maju bertempur, semangat mereka makin menggila dan tidak memikirkan lagi kematian, semangat yang membara ini, sedikit banyak membuat nyali pasukan Yazid ciut, sehingga membuat marah komandan mereka, sehingga komandan sadis itu memerintahkan agar pasukan mengghadapi musuh didepan mereka dengan cara yang kejam dan sadis.

Bagaimana dengan  Sayyidah Zaenab? Ia masih tetap ditenda bersama wanita Bani Hasyim yang lainnya, semua wanita Bani Hasyim sangat ketakutan, mereka dalam posisi yang mencekam, semua berteriak histeris melihat berbagai kejadian tragis didepan mata. Sayyidah Zaenab menjadi benteng untuk menghibur para wanita Bani Hasyim yang berada dimedan Karbala ini. Sayyidah Zaenab dengan kasih sayangnya menjaga Ali Al Asgor dan juga anak laki laki Sayyidina Husein lainnya yang bernama Ali Al Ausat yang berusia 15 tahun. Ali Al Ausat ini sedang sakit demam, sehingga ia merasa lemas dan tidak berdaya, ditambah ia dan adiknya yang paling bunggsu tidak bisa minum.

Pertarungan terus terjadi, satu persatu putra putri Bani Hasyim tumbang....... Darah berceceran dimana-mana, putra putra Sayyidina Husein banyak yang terkapar, sampai salah satu putranya menangis karena haus... ”ayah aku haus.....”, Sayyidina Husin menjawab, “sabarlah putraku... kakekmu sudah menunggu......”, dengan kasih sayang Sayyidina Husein mengusap dan membelai  kepala anak tersebut dengan linangan air mata, Sayyidina Husein Bangga bahwa anaknya ternyata berani untuk berjuang menegakkan kebenaran. Dan akhirnya dengan senyum merekah syahidlah putra Sayyidina Husein... Putra putra beliau serta beberap pengikut setia Sayyidinan Husein, satu persatu tumbang ditangan pasukan-pasukan bengis itu...tinggalah seorang diri Sayyidina Husein yang juga kondisinya sudah sangat parah....dengan kondisi luka yang  parah, ia masih menyempatkan melihat anaknya yang merintih menangis karena kehausan, dengan kasih sayang, ia ambil bayi itu dari tangan Sayyidah Zaenab, dan Sayyidina Husein pun menuju ke sungai untuk mengambil air buat bayinya. Namun apa yang terjadi? tiba tiba anak panah meluncur deras...mengarah  kepada bayi tersebut, sontak sayyidina husiein marah, beliau berkata, “aku kalian bunuh silahkan!!, namun tidak adakah nurani kalian terhadap bayi ini???” sambil mengangkat bayinya itu, Sayyidina Husein memperlihatkannya...Namun apa yang terjadi....Crasssssssss......tiba tiba anak panah menancap dilehe si bayi......tewaslah bayi itu, dan inilah yang membuat Sayyidina Husein marah hebat, Sayyidah Zaenab melihat bayi tersebut tewas, sangat marah dan menangis keras!!!. Sayyidina Husein berteriak, “Tetap disana adikku.......jaga yang lain...” Sayyidina Husein dalam kondisi parah masih tetap memikirkan Sayyidah Zaenab, tewasnya Bayi Sayyidina Husein ini membuat Bani Hasyim semakin menjerit dan menangis dengan suara parau dan menggentarkan... Sayyidina Husein maju dengan pedangnya, dengan jiwa  yang tenang ia terus bertarung kesana kemari sambil mengayunkan pedangnya, perlawanan Sayyidina Husein yang seorang diri, membuat banyak prajurit biadabnya Yazid gentar, mereka tidak habis fikir dengan kondisi yang sudah parah karena luka,

Sayyidina Husein terus maju. Namun  perjuangan sepertinya sudah mendekati titik akhir...... Sayyidina Husein makin lemah, ia makin kehausan... sehingga dengan rasa haus yang tinggi ia menuju sungai Euprat... namun tanpa disangka anak panah tiba-tiba menancap dilehernya, Sayyidina Husein jatuh, namun ia masih sempat melakukan perlawanan..... satu persatu tusukan dan bacokan menghajar badannya, Sayyidah Zaenab sudah tidak tahan lagi melihat kakaknya dibantai...tangisnya pecah..... namun secara parau, Sayyidina Husein tetap menyuruh Sayyidah Zaenab diam....tidak lama, putuslah tangan Sayyidina Husein...... kiri kanan ditebas..... kakinyapun dihajar dengan sabetan pedang... crassssss.... jatuhlah dia....... dan akhirnya SYAHIDLAH CUCU RASULULLAH  ini... Sudah berhenti....? oh tidak..... ternyata manusia manusia biadab tersebut belum puas, maka dipenggalah kepala Sayyidina Husein... tidak itu saja, semua anak-anak dan sahabat Sayyidina Husein dipenggal dan kepala mereka dibawa, khususnya Kepala Sayyidina Husein.....

Bagaimana dengan Sayyidah Zaenab dan wanita Bani Hasyim....??? dengan buas para prajurit dari Yazid itu, mulai menjarah semua isi tenda para wanita, bahkan beberapa dari mereka ada yang memperlakukan wanita Bani Hasyim dengan kurang ajar sehingga banyak membuat putri putri atau wanita-wanita berteriak ketakutan, sehingga ini membuat marah Sayyidah Zaenab, beliau berkata, “Tidakkah kalian malu, Hai musuh Allah....!!!!” beberapa komandan perang mereka akhirnya memerintahkan untuk menghentikan penjarahan tersebut. Wanita Bani Hasyim yang masih tersisa akhirnya dibawa ke Kuffah. Dengan diikat Rantai di kaki, rombongan Bani Hasyim digelandang dan diperlakukan dengan penuh hina.... Namun tanpa ada yang menyadari, ternyata dalam rombongan itu ada satu orang anak remaja yang  juga ikut..... mereka banyak yang belumsadar...pemuda ini dengan menahan rasa sakit yang sangat, ikut diarak kekota kuffah...

Rombongan dibawa ke kuffah dengan berjalan kaki... Ya Allah...betapa sadisnya orang orang tersebut.....memperlakukan Ahlul Bait Nabi..... terhinakah Keluarga Rasulullah SAW...... Semua mereka tidak terhina!!! mereka bahkan menatap dengan tatapan tajam seperti mata elang kepada penduduk kuffah yang telah menyebabkan mereka terjebak dalam pembantaian dikarbala itu...

Sampailah mereka di istana Yazid sang penguasa zalim..... Dengan sombongnya Yazid, berkata, “inilah akibat orang yang melawan diriku....., kalau saja Husein dari pertama tidak melawan, maka tidak terjadi seperti ini”, dengan tatapan mata tajam, keluarlah suara sang SINGA BETINA SAYYIDAH ZAENAB, “Hai musuh Allah!!!! Tidak puaskah dirimu memperlakukan kami seperti ini.....!!!” dengan gagah berani, Sayyidah Zaenab berani untuk bertatap muka dengan tajam, sehingga membuat Yazid kesal, namun secara aneh.... dia akhirnya ciut untuk berdebat...... aneh penguasa zalim ini kalah mental dalam berdebat dengan seorang wanita.... Dalam perdebatan yang panjang itu, secara tidak disangka YAZID Melihat seorang remaja yang lusuh yang berada didalam rombongan wanita Bani Hasyim. Dan betapa kagetnya Yazid begitu tahu bahwa itu adalah anak Sayyidina Husein. Sontak ia merampas pedang pengawalnya dan ingin membunuh anak Sayyidina Husein yang bernama Ali Al Ausat itu, sontak pula saat itu Sayyidah Zaenab memeluk keponakannya itu  dan berteriak, “Hai musuh Allah tidak puaskah kau membunuh keluarga kami!!!!” Sayyidah Zaenab berteriak keras.....Melihat Sayyidah Zaenab pasang badan terhadap keponakannya, Yazid heran.......dia berkata, “hubungan antara saudara memang aneh.....” padahal dialah yang aneh....”Sikap yang berani dari Sayyidah Zaenab ini tanpa disadari telah menyelamatkan satu satunya keturunan Rasulullah SAW dari Sayyidina Husein, keberaniannya pasang badan sulit diukur dengan akal, dengan kondisi yang lemah, terzalimi, ternistakan, tapi masih bisa dan berani melawan Yazid si manusia zalim.  Yang lebih menyakitkan lagi, bahwa sudah mereka dihina, kepala Sayyidina Huseinpun mereka jadikan mainan....dan itu  dilihat oleh Ali Al Ausat dan Sayyidah Zaenab!!!  Ah.....betapa beratnya beban keduanya, belum lagi ada pandangan jalang dari beberapa pejabat Yazid kepada wanita Bani Hasyim.. .sehingga beberapa wanita Bani Hasyim berlindung dibelakang badan Sayyidah Zaenab.

Akhirnya dengan adanya perdebatan antara Sayyidah Zaenab dan juga ditambah Ali Al Ausat yang ternyata juga mampu mengalahkan lisannya Yazid, maka Yazid dengan rasa malu, menyerahkan semua keluarga Bani Hasyim kepada beberapa panglimanya untuk ditaruh kebeberapa tempat. Dengan sikap sok sucinya, akhirnya dia mengembalikan rombongan Bani Hasyim yang selamat untuk kembali di Madinah.Yazid tidak berani membunuh wanita!!! Sebab jika dia berani membunuh wanita dia akan tahu akibatnya, karena membunuh wanita itu adalah aib bagi bangsa Arab. Namun betapapun demikian Sayyidah Zaenab bukanlah perempuan biasa! dia tidak takut akan kematian. Berkat keberanian dia melindungi Ali Al Ausat, maka selamatlah keturunan Rasulullah SAW dari Sayyidina Husein.  Kita tidak bisa membayangkan kalau saja Ali Al Ausat tidak berhasil diselamatkan Sayyidah Zaenab, mungkin Ahlul Bait didunia ini tidak ada, apalagi yang dari keturunan Sayyidina Husein. 

Dengan diiringi luka mendalam, mereka akhirnya diiringi oleh pasukan Yazid kembali ke Madinah, Yazid dengan sombongnya, merasa dia sudah jadi pemenang... Namun dia lupa Sayyidah Zaenab bukanlah wanita biasa. Setelah kembali ke Madinah, penduduk Madinah dan Mekkah gempar, karena terbunuhnya keluarga Nabi yang mulia itu, mereka semua tidak menyangka jika Sayyidina Husein dan seluruh rombongan laki-laki terbantai, dan mereka semua bertambah sedih ketika melihat kondisi dan penderitaan Sayyidah Zaenab....semua menghibur hatinya...banyak yang merintih dan membuat syair atas kekejaman dikarbala itu....sebuah kekejaman yang sampai sekarang merupakan sejarah hitam dalam Islam. Batin Sayyidah Zaenab betul-betul terguncang, namun dia masih punya tugas, yaitu menjaga keponakannya yang tercinta yaitu Ali Al Ausat....Namun ditengah keheningan kehidupannya pasca kejadian karbala, tiba tiba Yazid memerintahkan Sayyidah Zaenab untuk tidak tinggal di Madinah karena khawatir akan pengaruh Sayyidah Zaenab yang memang cerdas dalam berpidato dan mampu mempengaruhi masyarakat...

Dengan menahan perasaan marah, Sayyidah Zaenad enggan keluar Madinah, dia ingin bersama kakeknya Rasulullah SAW, namun keluarga Bani Hasyim rupanya sangat sayang pada Sayyidah Zaenab, sehingga dengan nasehat nasehat yang indah, akhirnya dengan berat hati mereka menganjurkan Sayyidah Zaenab untuk keluar Madinah dan mencari tempat yang cocok untuk dia, maka terpilihlah Mesir. Akhirnya beliau tidak lama keluar dari Madinah menuju Mesir, sampai di pintu Gerbang Mesir, ternyata Sayyidah Zaenab sudah disambut ribuan penduduk, mereka mengelu elukan Sayyidah Zaenab ini, mereka sudah tahu cerita tentang SINGA BETINA DARI BANI HASYIM INI. Di Mesir beliau hidup satu setengah tahun, disana Sayyidah Zaenab sangat dicintai Rakyat Mesir, ajaran-ajaranya selalu didengar rakyat mesir, Yazid menyingkirkan dia dari Madinah, Namun Allah menggantinya dengan sebuah negeri Islam yang kelak juga menjadi pusat peradaban Islam didunia... Akhirnya dimesir ini sosok yang tangguh ini menjadi Srikandi Legendaris, Singa Betina BANI HASYIM, dan wafat dengan membawa kepedihan mendalam namun diringi cerita mutiara yang abadi, wafatlah wanita yang mulia ini....INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJIUN..... diiringi ribuan orang akhinrya Jasad Sayyidah Zaenab binti Ali bin Abi Thalib....Kembalilah Srikandi Karbala ini menuju keharibaan Tuhannya...

Sayyidah Zaenab wafat.....Namun demikian ia harum dalam sejarah islam, banyak penulis sejarah islam yang terharu menuliskan kisah beliau yang tabah dan sabar ini...Beliau wafat pada tanggal 14 Rajab tahun 62 Hijriah atau 27 Maret 682 Hijriah.

Kisah Karbala dan heroiknya seorang Sayyidah Zaenab adalah kisah yang akan terus menerus dikenang orang. Karbala adalah “monumen” abadi tentang betapa tangguhnya perlawanan Keluarga Besar Bani Hasyim dalam melawan kezaliman. Sayyidah Zaenab sejak kecil sudah ditempa dengan berbagai peristiwa-peristiwa  besar. Sehingga dengan kondisi seperti ini ayahnya yaitu Sayyidina Ali KWA  dan juga kakak-kakanya sangat mencintai Sayyidah Zaenab ini. Tempaan demi tempaan melanda wanita yang mulia ini, hingga pada puncaknya terjadi di Karbala. Kalau saja bukan Sayyidah Zaenab yang ada di tempat ini, tentu keberadaan keluarga Bani Hasyim terutama para wanitanya akan rusak kehormatannya ditangan prajurit-prajurit bengis pimpinan Ubaydillah bin Ziyad.

Namun Allah SWT Tidak Tidur......

Orang-orang yang dahulu  pernah membantai rombongan Bani Hasyim, dalam catatan sejarah, mereka mengalami balasan yang setimpal dari Allah SWT, semua orang yang pernah membunuh keluarga besar Bani Hasyim Allah berikan balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka, mereka ada yang mati dengan cara aneh dan mengerikan, semua itu karena kekuasaan Allah SWT semata. Mereka   yang pernah melarang Sayidina Husein minum air sungai Euprat, sampai kematiannya datang, selalu kehausan, mereka yang dulu pernah memenggal kepala Husein, kepala merekapun dipenggal oleh orang-orang yang sangat anti kepada Yazid, ada pula yang badannya terbakar, ada pula yang wajahnya tiba-tiba menghitam padahal dulunya tampan, dan tidak lama kemudian dia tewas mengenaskan.  Mereka yang dulu memenggal kepala Sayyidina Husein  dan juga membunuh keluarga besar Bani Hasyim, kemudian akhirnya banyak yang dibunuhi-bunuhi oleh gerakan yang menamakan dirinya Tawabun, diantara mereka bahkan ada yang disalib. Semua orang yang pernah terlibat dalam pembunuhan Husein,  diburu dan dan bunuhi satu persatu oleh gerakan Tawabun ini.

Ali Al Ausath, yang lolos dari pembantaian, dan merupakan satu satunya keturunan dari Sayyidina Husein akhirnya terus meneruskan hidupnya di Madinah, Ali Al Ausath kelak terkenal dengan nama ALI ZAENAL ABIDIN.........beliau dinamakan Zaenal Abidin karena terkenal akan ibadahnya yang luar biasa. Panggilan lain yang juga terkenal adalah Ali As-Sajjad. ALI ZAENAL ABIDIN inilah yang kelak menurunkan keluarga Besar AHLUL BAIT dari SAYYIDINA HUSEIN. Beliau mempunyai anak yang kelak meneruskan nasabnya, Tanpa adanya ALI ZAENAL ABIDIN, maka tidak akan ada yang namanya keturunan Ahlul Bait dari Sayyidina Husein... Sampai sekarang keturunan dari Sayidina Ali Zaenal Abidin masih terus langgeng dan meneruskan perjuangan beliau, salah satunya adalah keluarga besar WALISONGO. Tanpa ada Walisongo, mungkin Ahlussunnah Wal Jamaah tidak akan berkembang dan bertahan di negeri ini. Tanpa adanya Ali Zaenal Abidin, tidak ada Walisongo, tanpa adanya Walisongo tidak ada Ahlussunnah Wal Jamaah khususnya di Pulau Jawa, dan tanpa ada peranan dari seorang wanita dibalik itu semua, maka bukan tidak mungkin negeri ini tidak seperti yang sekarang kita lihat dan kita rasakan, dan siapakah orang dibalik itu semua yang berhasil menyelamatkan Sayyidina  Ali Zaenal Abidin ini? dialah wanita tangguh dari Bani Hasyim yaitu  SAYYIDAH ZAENAB BINTI ALI BIN ABI THALIB......Allahu Akbar!!!

Semoga engkau Ya Bunda Sayyidah Zaenab... mendapatkan tempat yang sangat mulia dan terbaik disisi Allah SWT....

Amin....

Sumber :

  • Al Husaini, HMH Alhamid, Al Husain bin Ali Ra, Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada zamannya, Semarang : Penerbit Toha Putra, 1985.
  • Al Husaini, Syekh Hasan, Hasan & Husain Untold Stories, Jakarta : Penerbit Imam Syafi’i, 2014.
  • Syathi, Prof Dr Aisyah Abdurrahman bintu, Sayyidah Zaenab (Srikandi Karbala), Cucu Rasulullah, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.

KAPITEN SOUW BENG KONG - PROFIL SALAH SATU TOKOH ETNIS CHINA & SEJARAH KOLONI-KOLONI PRIBUMI PADA MASA KEKUASAAN PENJAJAH VOC

Jakarta kini sedang mengalami gunjang ganjing pada masalah politik. Salah satu hal yang membuat bergejolaknya Jakarta adalah berkaitan dengan suksesi kepemimpinan. Berhasilnya Jokowi untuk naik menjadi Presiden, otomatis membuat peta kemimpinan DKI Jakarta berubah, secara konstitusi wakilnya yang bernama Basuki Cahaya Purnama atau yang lebih akrab dengan panggilan Ahok dipastikan akan menggantikan posisi Jokowi. Secara konstitusi memang Ahok “layak” menjadi Gubernur DKI yang selanjutnya. Namun pada kenyatannya ternyata dengan naiknya Ahok ini telah banyak menimbulkan Pro dan Kontra, terutama pada masyarakat Betawi.

Mengapa naiknya Ahok ini telah menimbulkan Pro dan Kontra pada masyarakat Betawi?

Saya sendiri melihat permasalahan ini dari sisi sejarah dan budaya. Sebenarnya masyarakat Betawi itu kulturnya sederhana saja, yang penting bagaimana mereka itu bisa diakui dan dihormati serta dijaga perasaannya sebagai penduduk asli. Sebagai penduduk asli Jakarta tuntutan hal itu menurut saya wajar dan lumrah, dimanapun kita berada yang namanya penduduk asli memang sudah selayaknya dihormati, terlepas bagaimana keadaan mereka, kehormatan pada penduduk asli jelas harus dijaga, baik itu berkaitan dengan idiologi mereka, budaya atau istiadat mereka, bukankah dulu ada peribahasa “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”. Tengoklah dulu bagaimana ketika Walisongo datang ke Nusantara dalam rangka menyebarkan Dakwah Islamiah. Walisongo dalam proses dakwahnya sangatlah menjunjung tinggi adat istiadat setempat, kepada penduduk Pribumi mereka santun dan mampu menjaga perasaanya. Walisongo bisa dijadikan sebagai contoh didalam menjalankan pola kepemimpinan. Mereka menyentuh dulu hati rakyat, mereka juga memberikan contoh kepada masyarakat, hasilnya? Sampai sekarang Islam adalah agama yang mayoritas di negeri dengan catatan bahwa Islam yang ada di Indonesia adalah Islam yang santun, damai dan toleran, Rahmatan Lil Alamin benar-benar diterapkan oleh Walisongo.

Sebagai pemimpin dari sebuah daerah yang multi kultur tapi masih banyak penduduk aslinya memang sudah selayaknya Ahok mempelajari ungkapan bijak itu. Selayaknya pula Ahok belajar dari strategi-strategi pemimpin dulu dalam melakukan manajemen kepemimpinan. Proporsional serta adil itu adalah kata kuncinya. Kearifan pada sejarah dan budaya lokal itu perlu difahami secara mendalam, apalagi posisinya kini sudah menjadi pemimpin. Seharusnya Ahok belajar dari tokoh-tokoh Etnis China yang berhasil berbaur dan bisa diterima ditengah masyarakat seperti Masagung, Yunus Yahya, Hembing, dan masih banyak lagi lainnya. Tidak semua Etnis China itu buruk, banyak pula mereka yang berjasa terhadap bangsa ini, oleh karenanya saya fikir Ahok bisa belajar banyak dari mereka. Mudah-mudahan kedepannya kita berharap kepada Ahok untuk bisa mengubah gaya kepemimpinannya yang lebih fleksibel dan toleran.

Namun demikian dalam tulisan saya kali ini, saya tidak akan banyak berbicara tentang Ahok, saya ingin mencoba mengangkat beberapa tema tentang bagaimana sebenarnya peran serta Etnis China dalam perjalanan Sejarah Kota Jakarta (Jayakarta) ini. Salah satu topik menarik yang ingin saya angkat adalah tentang salah satu tokoh etnis China yang bernama Souw Beng Kong. Kenapa sosok ini menarik untuk diangkat? Karena sosok ini adalah orang pertama dari etnis China di Batavia (nama dari Jan Pieterzoon Coen) yang ikut merancang dan membantu pembangunan bekas wilayah Jayakarta yang telah runtuh di tahun 1619 Masehi (lihat tulisan dibawah). Pada tulisan ini saya juga akan secara singkat menulis tentang profil beberapa “koloni-koloni suku” yang berada pada masa kekuasaan Penjajah VOC.

Souw Beng Kong sendiri adalah salah satu tokoh etnis China yang hidup diera Jan Pietierzoon Coen. Jan Pieterzoon Coen sendiri adalah tokoh VOC yang telah membumi hanguskan Kraton Jayakarta dan membunuh penghuninya secara kejam dan brutal pada tahun 1619 Masehi. Pasca runtuhnya Kraton Jayakarta, JP Coen kemudian membangun kembali kota Jayakarta untuk kemudian nama tersebut dia ganti menjadi Batavia. Nah untuk membangun kota Batavia ini, maka JP memanggil orang-orang yang dianggapnya bisa membantu keinginannya, diantaranya adalah Souw Beng Kong ini. Souw Beng Kong kemudian dijadikan seorang “Kapitan”. Kapitan sendiri adalah sebutan bagi mereka yang membawahi sebuah suku atau sebuah pemukiman besar yang berada dilingkungan penjajah, dengan bahasa sederhana mereka ini bisa disebut kepala kampung.

Menurut Mona Lohanda (Dalam Adi Windoro,2007:123-125) sejarah munculnya Kapitan adalah berasal dari tentara pribumi yang membantu Jan Pieterszoon Coen dalam menyerang Jayakarta, kebanyakan mereka berasal dari Ambon, Bali, Banda, Bugis dan Melayu. Setiap kelompok membentuk semacam kompi dan hidup bersama menurut adat istiadat dan kepercayaan mereka masing-masing, mereka juga memilih kepala kampung dari anggota anggota mereka yang dianggap cakap, idealnya kepala kampung itu hidup ditengah orang-orangnya dan bertanggungjawab menangani masalah kependudukan mereka, mengingat fakta bahwa para pemukim pertama itu adalah tentara, sangat wajar jika kepala Kampung mereka diberi pangkat KAPTEN/KAPITAN. Artinya Kapitan sendiri sebuah jabatan yang diberikan kepada seseorang yang mewakili etnisnya dalam berurusan dengan VOC. Artinya dia hanya mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan etnis dan wilayahnya semata. Sejak tahun-tahun awal kekuasaan VOC, Jan Pieterzoon Coen memang berupaya mengisi kota Batavia dengan penduduk dari berbagai daerah, seperti Bali, Bandan, Ambon, termasuk di dalamnya etnis Tionghoa atau China. Kemudian, penduduk ini dialokasikan di kawasan Ommelanden, luar kota Batavia, dan dipisahkan sesuai kelompok. Mereka kemudian hidup sesuai adat istiadat dan kepercayaan masing-masing dengan pimpinan kepala kampung.

Sebutan kepala kampung ini sama dengan Kapten atau Kapitan. Sekalipun mereka adalah dahulunya Tentara, namun jenjang pangkat ini, seolah-olah tidak memiliki arti, karena secara jenjang kepangkatan militer, VOC tidak terlalu menganggapnya, apalagi mereka adalah dahulunya Tentara Bayaran. Menurut Ade Sukirno (1995:23). Kota Jakarta sejak bernama Sunda Kelapa, Jayakarta, Jacatra, Batavia, Betawi, Jakarta, bahkan Pelabuhan Kelapa memang banyak menghimpun etnis dan berbagai suku bangsa kedalam kehidupan kota dan masyarakatnya. Setelah Portugis dan muncul masa Penjajahan Belanda, yang berhasil memerintah seratus tahunan menyambung masa perdagangan monopolinya selama 250 tahun, kota ini menjadi koloni-koloni etnis yang sangaja diciptakan Belanda. Penciptaan Suku bangsa yang terpisah dan akhirnya dipecah belah satu sama lainnya sangatlah menguntungkan Belanda karena tidak adanya kekompakan diantara mereka. Mereka mudah untuk diatur untuk bercekcok agar saling baku hantam sehingga Belanda dengan politik adu dombanya dapat terus memerintah dan berkuasa secara leluasa dikota perjuangan ini.

Sukirno (1995:23) juga menambahkan, sejarah lama mengungkapkan tabir bahwa Belanda memang tidak segan-segan untuk menyerahkan pangkat atau jabatan tinggi kepada tiap “kepala suku” atau koloni bangsa pribumi yang dibentuknya, asalkan semua itu menguntungkan posisi Penjajah. Bahkan posisi tinggi yang hampir setaraf dengan jabatan penguasaan pemerintahan kala itu misalnya, secara mudah diberikan penjajah Belanda kepada Pedagang etnis China yang menjadi saingan dalam berdagang dengan berbagai alasan. Lewat kepala suku yang dibentuk secara mudah itu, Belanda mengontrol dan mengatur mereka, bahkan tidak jarang jika memang diperlukan, pihak penjajah segera mengadakan tindakan keji dalam bentuk “Devide Et Impera” (politik adu domba) yang terkenal. Akibat paling buruk yang dirasakan bangsa Indonesia adalah kehadiran koloni-koloni didalam kota secara terkotak-kotak telah meninggalkan suasana sifat rasa kedaerahan yang terlalu fanatik dan kurang membaur antara sesama manusia dari suku yang lain. Bahkan kondisi itu sampai sekarang masih membekas dan sangat dirasakan oleh Jakarta yang sudah berubah menjadi Kota Metropolitan. Persaingan antar suku atau ras masih tampak dan membekas diberbagai segi akibat semua golongan ras di zaman penjajahan rata rata memiliki wawasan kebangsaan yang rendah, rasa kedaerahan yang sempit, serta kurang menyadari betapa pentingnya semangat dan persatuan.

Dahulu pada masa berkuasanya para “kepala suku” itu, Keberadaan mereka banyak sekali, mereka ada yang bernama Kapitan Jonker, Kapitan Arab, Kapitan Bali (Buleleng), Kapitan Melayu, Kapitan Ambon (Jongker), Kapitan Bugis seperti Wan Abdul Bagus, Kapitan Makassar, Kapitan Jawa, dan Kapitan Sumbawa. Nah Diantara sekian Kapitan ada Kapitan yang cukup terkenal, yaitu Kapitan Souw Beng Kong dari China. Para Kapitan ini benar-benar mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari Penjajah VOC.

Kapitan Souw Beng Kong sendiri ditunjuk Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen sebagai kapitan pada 1619 untuk membangun tata kota baru. Menurut Alwi Shihab (2002:46) Sow Beng Kong ini merupakan teman akrab Jan Piesterszoon Coen sejak di Banten, kemudian dibawa dia dibawa ke Batavia. Jan Pieterszoon Coen sering mendatangi kediaman Beng Kong yang luas dan besar, sambil minum teh. Mereka menggunakan bahasa Portugis, yang sampai abad ke 18 merupakan alat komunikasi sehari-hari berbagai etnis di Batavia baik Barat maupun non Barat. Jelas disini bahwa hubungan antara Souw Beng Kong dengan JP Coen sangat dekat, sehingga wajarlah bila kemudian JP Coen ini menjadikan Beng Kong tangan kanannya dalam membangun kota yang baru di Jayakarta tersebut.

Sang Kapitan ini (Souw Beng Kong) bertanggung jawab atas perdagangan dan perkembangan warga China di Batavia. Jadi meski berlabel Kapitan, jabatan ini tidak lagi berkait dengan fungsi militer. Beng Kong sendiri bertugas selama 17 tahun, dalam masa pemerintahan lima Gubernur Jenderal. Kapitan jelas adalah orang yang loyal pada pemerintah kolonial Belanda. Fungsi mereka adalah penyambung lidah pemerintah kolonial. Souw Beng Kong sendiri seperti layaknya sebagian etnis China di Jakarta pada hari ini, kesibukan Beng Kong pun tidak jauh berbeda. Ia pemilik berbagai usaha seperti pembuatan mata uang koin tembaga, pemilik kapal, kontraktor, dan pengawas rumah perjudian dan rumah penimbangan. Salah satu buah karya Sang Kapitan pun masih bisa kita lihat hingga kini, yaitu bagian Muara Ciliwung yang diluruskan menjadi Kali Besar untuk kelancaran lalu-lintas kapal. Sampai akhir hidupnya Sou Beng Kong masih tetap setia terhadap pemerintahan penjajah VOC ini, dimata Penjajah VOC Souw Beng Kong adalah “anak emas” sekalipun suatu saat dia melakukan kesalahan, namun karena dianggap mempunyai jasa yang besar, fihak Penjajah VOC masih tetap memaafkannya. Sejak dijadikannya Souw Beng Kong menjadi Kapitan, etnis Tionghoa pada masa itu banyak mendapatkan “fasilitas’ yang istimewa dari penjajah VOC. Apalagi VOC juga banyak mendapatkan keuntungan finansial yang tidak sedikit dengan banyaknya pendatang Tionghoa ke Batavia itu. Dimata penjajah VOC etnis ini dianggap lebih menguntungkan karena dianggap ulet dan cakap dalam bekerja, sedangkan etnis pribumi dianggap penjajah VOC dianggap sebagai etnis yang malas (sebuah cap negative yang sering dilontarkan penjajah kafir VOC kepada bangsa ini).

Sebenarnya diantara sekian kapitan-kapitan yang disebut, ada juga kapitan-kapitan yang berjasa terhadap perkembangan Dakwah Islamiah, bahkan mereka ada yang berasal dari etnis Tionghoa, namun keberadaan mereka ini jarang diangkat, seperti misalnya Kapitan Dossol. Dossol adalah kapitan peranakan Tionghoa pertama di Batavia. Setelah itu jabatan dilanjutkan oleh putranya, Tamien Dossol, dan kemudian Aliemuddin yang merupakan anak Tamien Dossol. Keluarga Dossol, khususnya Tamien Dossol, tercatat sebagai orang berjasa atas keberadaan Masjid Jami Kebon Jeruk di Jalan Hayam Wuruk. Masjid yang dibangun pada 1786 itu didirikan di atas tanah milik Kapitan Tamien Dossol (1780-1797). Disamping itu ada juga beberapa Kapitan yang mblelo atau membangkang terhadap penjajah VOC seperti Kapiten Jongker. Kapiten Jongker sendiri adalah seorang muslim yang berasal dari Pulau Seram. Dia sebenarnya adalah tawanan perang VOC namun kemudian karena dianggap berpotensi dalam bidang militer, maka kemudian VOC memanfaatkan ketrampilan Jongker. Awalnya dia memang mengabdi kepada penjajah VOC namun kemudian akhirnya dia menjadi musuh nomor satu penjajah VOC. Sebenarnya Kapiten Jongker ini tidaklah mengabdi secara penuh kepada penjajah VOC, walaupun secara fisik ia terlihat mengabdi, tapi itu dilakukannya karena terpaksa. Yang mungkin banyak orang tidak tahu, Kapiten Jongker yang merupakan muslim tulen ini ternyata istrinya adalah berasal dari keluarga besar Aria Jipang Jayakarta yang bernama Ratu Ayu Fatimah Nitikusuma.Artinya perlawanan Kapiten Jongker terhadap VOC tidak lepas perannya dari keluarga besar Aria Jipang yang ada di Jayakarta. Kapiten Jongker ini secara diam-diam melakukan hubungan diam-diam dengan keluarga besar Aria Jipang yang mempunyai basis pertahanan di Rawa Belong Palmerah. Kapiten Jongker sendiri akhirnya wafat syahid karena dibunuh oleh Penjajah VOC.

Sejak syahidnya Kapitan Jongker, keberadaan Kapitan kapitan lain diawasi secara ketat, tidak jarang Penjajah VOC sering mengadu domba antara Kapitan yang satu dengan yang lain. Satu Kapitan diangkat, satu lagi diinjak, satu kapitan dipuji yang lain dicerca, satu suku dipuji suku lain dikatakan jelek, intinya politik adu domba antar Kapitan dan antar suku yang ada di bekas wilayah Jayakarta ini terus menerus dilakukan oleh Penjajah VOC. Semua koloni-koloni yang berada pada kekuasaan Penjajah VOC yang berada di Batavia (nama dari JP Coen) betul-betul dipersempit ruang geraknya. Sedangkan pemukiman-pemukiman yang dihuni oleh keluarga besar Jayakarta luput dari pengawasan Penjajah karena posisi mereka berada jauh dari pusat pemerintahan Penjajah VOC, disamping jauh posisi pemukiman keluarga besar Jayakarta tertutup aksesnya bagi fihak luar., karena kalau sampai posisi pemukiman keturunan Jayakarta terbongkar maka habislah keturunan-keturunan mereka oleh penjajah kafir VOC itu.

Pemukiman-pemukiman keluarga besar Jayakarta memang tidak menggunakan pola pemerintahan ala penjajah, apalagi dengan adanya gelar KAPITAN itu. Sebab kalau mereka menggunakan istilah Kapitan itu, berarti mereka menyatakan diri tunduk pada penjajah, sekalipun tidak semua Kapitan itu jadi “pengikut setia” Penjajah VOC, namun tetap saja keluarga besar Jayakarta tidak memakai gelar-gelar yang diberikan oleh Penjajah VOC seperti Gelar Kapitan ini. Sampai runtuhnya Kraton Jayakarta ditahun 1619 M, keluarga besar Jayakarta memang tidak pernah menyatakan diri tahluk kepada penjajah VOC. Secara De Fakto kota Jayakarta sudah berhasil dipegang oleh para penjajah kafir tersebut, namun secara de jure perlawanan jihad fisabilillah itu masih terus berlangsung dibumi Jayakarta baik yang dilakukan secara gerilya maupun secara terbuka dan ini tercatat dan diceritakan secara turun temurun oleh keluarga besar Keturunan Jayakarta, baik yang ada di Rawa Belong Jakarta Barat, Kayu Putih Tanah Tinggi (kini menjadi Kayu Putih Utara Jakarta Timur) Jelambar (Jakarta barat) , Jatinegara Kaum (Jakarta Timur) dan wilayah Jayakarta yang lain. Keluarga besar Jayakarta sampai tahun 1945 terus melakukan perjuangan dibawah tanah.

Adanya pemukiman yang independen seperti yang saya sebut diatas ini jelas telah menjaga kerahasiaan sejarah maupun melindungi garis keturunan yang mereka miliki. Jika dibandingkan dengan pemukiman-pemukiman yang dihuni beberapa suku dan dipimpin oleh seorang KAPITAN, keberadaan pemukiman independen seperti yang saya sebut diatas tidaklah terlalu sulit untuk dilacak akar sejarah maupun akar garis keturunannya, sedangkan daerah-daerah koloni atau pemukiman-pemukiman yang dipimpin oleh para Kapitan, keberadaan penduduk aslinya kini sulit sekali untuk dilacak, jangankan sejarahnya, garis keturunannyapun sulit untuk dideteksi, hal ini karena banyak dari penduduk aslinya sudah berpindah keberbagai daerah, kini nama-nama tersebut kebanyakan hanya menjadi nama sebuah kampung, sedangkan penduduk aslinya nyaris terdeteksi. Lebih repot lagi jika kita menemukan mereka yang mengaku dirinya asli dari daerah tersebut tapi ternyata mereka buta sejarah dan juga buta akan garis keturunannya. Jika kita datang ke Kampung Melayu, Kampung Ambon, Kampung Bandan, Kampung Jawa, Kampung Bali, Kampung Makasar, dan kampung-kampung lainnya yang pernah tercatat dalam sejarah Jakarta kebanyakan justru penduduk daerah tersebut bukan lagi berasal dari nama-nama daerah tersebut.
Bagaimana kisah selanjutnya dari etnis Tionghoa atau China itu pasca masanya Kapitan Sow Beng Kong itu?

Setelah masa Souw Beng Kong berlalu, perlakuan penjajah VOC terhadap etnis ini sebenarnya masih sama, namun menjelang tahun-tahun 1730 - 1740an sikap Penjajah VOC itu mulai ada perubahan. Kisah etnis Tionghoa/China yang paling memilukan bahkan pernah dialami ketika ketika penjajah VOC di tahun 1740 Masehi melakukan pembantaian besar-besaran terhadap etnis ini di daerah Angke Jakarta Barat. Etnis Tionghoa sebelum terjadi pembantaian ini sangat sabar terhadap perlakuan VOC. Mereka diperas dan diperlakukan secara tidak manusiawi oleh Penjajah VOC. Bangkrutnya keuangan Belanda, membuat Belanda menjadikan etnis ini sebagai sapi perahan. Akibat dijadikan sapi perahan ini banyak membuat mereka melakukan perlawanan. Namun demikian Penjajah VOC pun akhirnya tidak tinggal diam.

Etnis Tionghoa pada tanggal 9 Oktober tahun 1740 Masehi betul-betul menjadi buruan VOC untuk dibunuh-bunuhi, kurang lebih 10.000 orang etnis tewas secara mengenaskan! Tapi tahukah anda, bahwa dari sekian yang dibunuhi-bunuhi tersebut ternyata banyak juga dari mereka yang merupakan muslim dan muslimah Tionghoa, terutama mereka yang sering disebut sebagai China Gundul. Sepertinya penjajah VOC ini sangat paranoid ketika mendengar idiologi yang satu ini. Secara historis memang banyaknya Etnis China atau Tionghoa yang muslim adalah sebuah kewajaran, karena salah satu tokoh China yang pernah datang ke Negeri ini dalam rangka melakukan titian Muhibah adalah seorang Muslim yang bernama Laksamana Muhammad Cheng Ho.

Prof Hembing (2005:vii) bahkan menulis bahwa etnis Tionghoa yang banyak masuk Ke Nusantara ini tidak lepas juga dari jasa Laksamana Muhammad Cheng Hoo dengan misi persahabatan dan kerukunan. Laksamana Cheng Ho adalah muslim yang berasal dari keturunan Ahlulbait. Sehingga dengan banyaknya etnis Tionghoa yang muslim sangat wajarlah jika Penjajah Belanda sangat benci dengan keberadaan mereka disamping faktor ekonomi (perdagangan). Menurut Alwi Shihab (2004:104) bahkan saat Sow Beng Kong menjabat sebagai Kapitan ia dibantu oleh sekretarisnya yang bernama Jan Con, alias Gouw Tjay. Orang kedua pada masyarakat China ini termasuk kelompok yang disebut China Gundul, sebutan seperti ini diberikan unttuk warga China yang beragama Islam. Gambaran ini menunjukkan bahwa sejak awal dibangunnya Batavia, sudah banyak Etnis Tionghoa yang beragama Islam. Namun demikian pada masa itu para Imigran Tiongkok itu lebih menyukai hidup damai dan menghindari keributan. Adanya kapitan-kapitan dari etnis Tionghoa adalah salah satu bentuk keterlibatan mereka agar VOC tidak berbuat “macam-macam” kepada mereka. Namun pada akhirnya dikemudian hari tahun 1740 Masehi terjadilah peristiwa memilukan di Batavia, yang mungkin sampai saat ini tidak akan pernah bisa dilupakan oleh mereka. Kali Angke jelas bagi mereka yang pernah membaca kisah pembantaian tahun 1740 Masehi itu, tentu akan terus menciptakan duka yang mendalam….

Itulah beberapa catatan sejarah mengenai kiprah tentang salah satu tokoh etnis Tionghoa serta beberapa sejarah koloni-koloni yang ada di Jayakarta, terlepas Pro dan Kontra dalam menyikapi keberadaan mereka, yang jelas keberadaan mereka itu pernah mewarnai perjalanan Kota Jakarta ini. Ambil sisi positif hilangkan sisi negativ.

Semoga mencerahkan…..

Daftar Pustaka:

Adi, Windoro (2010). Batavia 1740, Menyisir Jejak Betawi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mertakusuma, Ratu Bagus D Gunawan (1986). Wangsa Aria Jipang di Jayakarta. Jakarta: Penerbit AgraPress,
Shihab, Alwi (2002). Robin Hood Betawi. Jakarta: Republika.
Shihab, Alwi (2004). Saudagar Baghdad Dari Betawi. Jakarta: Republika.
Sukirno, Ade (1995). Pangeran Jayakarta, Perintis Jakarta Lewat Sejarah Sunda Kelapa. Jakarta: Grasindo
Wijayakusuma, Hembing (2005). Pembantaian Masal 1740, Tragedi Berdarah Angke. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

RADEN HAJI GURU SYARIUN (KONG RIUN) BIN RADEN LAYTANI DARI TEGAL PARANG JAKARTA SELATAN, ULAMA MASTUR DARI BUMI BETAWI

Beliau adalah guru besarnya untuk masyarakat Tegal Parang  dan Mampang Prapatan serta daerah Pancoran Jakarta Selatan pada masa lalu.  Tegal Parang, Mampang Prapatan dan Pancoran  adalah satu daerah yang  yang cukup kuat dengan nilai-nilai Islaminya. Sejak dulu sampai sekarang Tegal Parang dan Mampang Prapatan, dan Pancoran adalah merupakan salah satu basis keislaman Masyarakat Betawi Asli.  Selain Condet, Kwitang, Tegal Parang, Mampang Prapatan dan Pancoran dari dulu sudah terkenal atau Mahsyur sebagai gudangnya beberapa ulama Betawi. Mungkin sebagian besar masyarakat Betawi nama GuruMughni (Kuningan), Guru Marzuki (Klender), Guru Mansur,  Guru Madjid, Guru Mahmud, Guru Amin, Guru Mujtaba sudah cukup dikenal, namun rupanya ada satu nama yang kiranya tidak kalah pamornya dengan nama-nama yang saya sebut ini, yaitu beliau Raden Guru Syariun bin Raden Laytani yang berasal dari Tegal Parang. Berbicara ulama Betawi yang Azmatkhan, memang sangatlah menarik untuk dibahas, karena mereka-mereka ini jarang diketahui  sejarah dan nasabnya, tapi uniknya  justru mereka ini sering memberikan pengaruh yang kuat pada masyarakatnya. Saya  sengaja mengangkat sosok beliau ini, agar orang-orang Betawi lebih mengenal siapa saja sebenarnya ulama-ulama asli Betawi, terutama ulama Betawi  yang merupakan Keturunan Azmatkhan Al Husaini. Ulama Betawi itu tidak hanya didominasi oleh Ahlul Bait dari jalur lain, tapi Keluarga Azmatkhan juga mempunyai putra-putra terbaiknya. Ulama Betawi Keturunan Azmatkhan bila dilacak nasabnya, banyak bertebaran di Betawi ini, namun karena mereka banyak yang menginginkan dirinya Mastur, akhirnya banyak pula dari mereka yang tidak diketahui sejarah dan nasab, namun hal ini juga bisa dimaklumi, karena kebanyakan mereka itu mastur karena berbagai pertimbangan, salah satunya agar mereka tidak diawasi dan diburu oleh penjajah.Seperti yang kita tahu bahwa Penjajah ini paling benci dengan keluarga besar keturunan Walisongo (Azmatkhan) karena dari keturunan Walisongo melalui tokoh-tokohnya sering mengadakan perlawanan-perlawanan. Adanya pengawasan yangketat dari penjajah telah membuat sebagian besar keturunan Azmatkhan lebih memilih Mastur dan jarang menunjukkan dirinya, jika mereka adalah Dzuriah dan Ahlul Baitnya Rasulullah SAW, apalagi wajah mereka banyak yang sudah tidak arablagi.

Untuk Tulisan kali ini saya akan coba mengangkat sosok Ulama Sufi Betawi yang mastur ini. Mungkin bagi sebagian besarorang Betawi, nama beliau ini jarang dikenal, namun jangan lupa beliau ini sebenarnya adalah seorang ulama besar Keturunan Azmatkhan. Harus diakui bahwa Betawi ternyata tidak hanya menyimpan kehidupan budaya  yang kaya, namun dia juga banyak menyimpan data sejarah dan nasab ulama-ulama keturunan Azmatkhan. Maka wajar menurut saya sudah seharusnya sosok beliau ini diangkat dalam bentuk sejarah atau Manaqib agar kelak sejarah itu bisa dibaca oleh anak cucunya dan juga orang-orang yang mencintai ulama serta masyarakat Betawi pada umumnya. Menurut saya beliau ini bisa dikatakan setara dengan ulama-ulama besar Betawi lainnya, karena beliau ini hidup diera ulama-ulama besar Betawi pada masa lalu. Diperkirakan beliau inihidup antara tahun 1850an s/d 1926 atau mungkin bisa saja lebih, karena menurut beberapa keturunannya, beliau wafat dalam usia yang cukup tua, antara 80 s/d 90tahun. Jadi Guru Syariun masih satu zaman dengan ulama-ulama Betawi yang saya sebutkan diatas, belum lagi ulama-ulama besar dari daerah lain seperti Mbah Kholil Bangkalan, Syekh Nawawi Banten, KH Hasyim Asyari.  Namun demikian karena kehidupan beliau ini memang cenderung hidupnya sufi dan juga mastur sehingga keberadaan sejarah dirinya jarang diangkat oleh beberapa penulis-penulis sejarah Betawi, padahal jasa beliau dalam dunia dakwah di Betawi, khususnya didaerah Jakarta Selatan seperti tegal Parang, Mampang dan sekitarnya tidaklah kecil.

Di daerah Tegal Parang,  Mampang Prapatan dan Pancoran, sampai sekarang kegiatan-kegiatan Agama Islamnya masih marak. Masjid dapat dikatakan  ada dimana-mana. Bisa dikatakan Mampang Prapatan, Tegal Parang, Pancoran adalah daerah yang Islami, Tawuran jarang terdengar, Narkoba juga jarang terlihat, tempat-tempat maksiat juga nyaris tidak terlihat. Daerah-daerah ini lebih banyak Majelis Taklimnya, Masjid-masjid, pemakaman muslim, Lembaga Sosial Islam, Lembaga Pendidikan Islam, dan  akitifitas-aktifitas keislaman lainnya. Daerah-daerah kehidupan kekeluargaannya  juga masih terjalin cukup dekat. Sekalipun kini banyak pendatang-pendatang dari daerah lain dan banyak berdiri bangunan-bangunan mewah, kesan Keislaman daerah-daerah ini masih sangat kuat. Bahkan beberapa pusat dakwah pada sebagian pemuda muslim pada masa sekarang salah satunya  berada di Masjid Al Munawar Pancoran.  Memasuki daerah-daerah yang basis keslamannya kuat ini akan terasa nyaman bagi orang-orang yang memilki tingkat ruhani  yang baik. Tegal Parang, Mampang Prapatan dan Pancoran  mayoritas penduduknya adalah warga Betawi Asli  dan memang identik dengan Islam. Setiap waktu masuk Sholat, Adzan dari satu mesjid ke Mesjid saling sambung menyambung. Apalagi jika sudah masuk waktu subuh,suara Adzan didaerah ini betul-betul semarak. Saya sendiri juga heran dengan daerah yang satu ini karena buat saya kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lakukan memang sangat bernuansa Betawi dan khas. Saya sebagai orang yang senang berpetualang dan sering mengamati berbagai kehidupan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia, kadang sering terkagum-kagum dengan militansi masyarakat Tegal Parang, Mampang Prapatan dan Pancoran dalam menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaan. Dari mulai Maulid, Khaul, Muharam, Isra Mi’raj daerah ini benar-benar semarak. Saya sampai berfikir, rasa-rasanya kegiatan agama Islam yang marak didaerah ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya campur tangan beberapa ulama-ulama masa lalu. Disaat pikiran saya sedang tertuju pada hal tersebut, tiba-tiba saya mendapatkan satu nama yang kiranya bisa dikaitkan dengan kesemarakan kegiatan islam didaerah ini. Akhirnya dari beberapa orangtua yang merupakan penduduk asli Tegal Parang, Mampang Prapatan dan Pancoran, saya mendapati satu nama yang kiranya bisa dihubungkan dengan maraknya kegiatan-kegiatan Islam yang ada di daerah ini yaitu tokoh yang bernama Raden Guru Syariun bin Raden Laytani. Berbagai cerita saya dapati  tentang jati diri seorang Guru Syariun daripara sesepuh disana. Dulu ketika saya mendengar cerita-cerita masyarakat Tegal Parang tentang beliau ini saya jadi merasa penasaran dan bertanya-tanya siapa sebenarnya sosok yang satu ini. Bagi Masyarakat yang usianya 70 atau 80 tahun yang merupakan penduduk asli Tegal Parang sepertinya memang cukup mengenal namanya.

Cerita tentang beliau banyak saya terima kemudian saya olah, untuk kemudian saya teliti kembali. Rasa-rasanya dalam hati kecil saya, sosok ini bukanlah orang sembarangan, karena cerita yang saya dapati banyak sekali  kelebihan-kelebihanbeliau ini. Dari riwayat-riwayat yang saya peroleh (lebih dari 10 riwayat dari orang-orang yang mengerti Sejarah nasab & riwayat beliau) selain merupakan orang yang alim, beliau ini sering dikaitkan dengan hal-hal yang ajaib(karomah). Buat saya Karomah adalah sebuah hal yang wajar yang terjadi kepada para Wali Allah, karena memang Wali itu adalah kekasih Allah. Tiga atau empat tahun yang lalu saat saya mendengar nama beliau ini saya memang belum begitu tertarik, tapi ketika suatu saat ada silaturahmi beberapa keluarga Tegal Parang, terbukalah sosok yang satu ini. Beliau ternyata memang ulama besar Tegal Parangp ada masa lalu dan merupakan salah satu leluhur sebagian besar masyarakat Tegal Parang dan Mampang Prapatan.

Di Tegal Parang Guru Syariun lebih dikenal dengan nama KONG RIUN. Kalau kita menyebut nama Kong Riun pada beberapa sesepuh Tegal Parang, Insya Allah mereka kenal.  Kong Riun adalah ulama dengan tipikal Low Profil. Tidak terlihat jika beliau ini adalah seorang ulama. Beliau hidup sederhana dan banyak mengajar diberbagai tempat di Betawi pada masa lalu. Sosok Kong Riun dimata anak cucunya dianggap sebagai figur yang cukup memberikan uswah. Cerita-cerita tentang kebaikannya selalu saya dengar.

Pertanyaannya sekarang siapa sebenarnya beliau ini? Kenapa nama beliau ini bisa begitu legendaris dimata beberapa masyarakat asli Tegal Parang.

Akhirnya tahun 2011, suatu saatkeluarga besar Istri saya mendapat sebuah surat undangan dari sebuah perkumpulan yang menamakan diri dengan IKGS atau Ikatan Keluarga Guru Syariun untuk melaksanakan Khaulnya. Pas ketika melihat nama Guru Syariun tertera dikertas undangan itu  terus terang saya kaget, saya katakan kepada beberapa sesepuh disana “lho kalau begitu Kong Riunitu ada perkumpulan keluarga besarnya toh”, barulah ketika saya keluarkan kalimat itu, beberapa sesepuh mengatakan, “memang ada, bahkan sudah lama berdiri dan salah satu anggota yang cukup aktif justru Almarhum paman istri kamu itu”.Mertua saya bahkan mengatakan bahwa pada tahun 1980an beliau sering menghadiri acara Khaul Kong Riun bersama Almarhumah Istrinya. Dan disana mertua saya sering dijamu dan disambut beberapa familinya. Bahkan setiap habis acara khaul mertua saya sering diberi oleh-oleh burung dan buah-buahan seperti rambutan, kecapi dan lain-lain. Wah, betapa kagetnya saya jika didepan mata saya sendiri ada data primer yang valid, tapi justru saya tidak tahu. Maka ketika acara ini berlangsung saya mengajak istri, mertua dan beberapa keluarg auntuk mendatangi acara khaul yang diadakan di Cilebut Bogor Jawa Barat yang lokasinya tidak jauh dari stasiun Cilebut.

Pada saat kami tiba diacara khaul, saya kaget karena jamaah yang datang sekitar 3000 orang, wah banyak sekali mereka itu. Lebih kaget lagi ketika saya bertemu dengan banyak teman kuliah saya yang ternyata banyak dari  keturunan beliau. Jadi kami seperti reuni. Dan hebatnya ribuan orang itu ternyata banyak yang merupakan keturunan dan juga keluarga besar Kesultanan Banten. Ah, rupanya Kong Riun ini ternyata keturunan Kesultanan Banten. Dari awal sebenarnya saya juga sudah menebak jika beliau ini pasti keturunan Kesultanan, karena didepan namanya ada Gelar Raden begitu juga Bapaknya. Orang Betawi yang didepan namanya memakai gelar Raden biasanya pasti keturunan dari Keluarga Kesultanan. Jarang saya lihat orang Betawi memakai budaya seperti ini selain mereka yang berasal dari keturunan Kesultanan. Dari silsilah yang kami beli ternyata memang beliau ini adalah keturunan DariPangeran Sageri bin Sultan Ageng Tirtayasa. Pangeran Sageri adalah seorang Pangeran dari Kesultanan Banten yang menyingkir ke Jayakarta untuk menghindari Konflik antara Sultan Haji Palsu (Abdul Kahhar Palsu) dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Pangeran Sageri adalah Azmatkhan, karena leluhurnya adalah Sultan Hasanuddinbin Sunan Gunung Jati Azmatkhan. Pangeran Sageri sendiri dimakamkan di Jatinegara Kaum. Keturunan Beliau menyebar keberbagai wilayah Jakarta dan sekitarnya. Adanya silsilah yang tertera ini telah menegaskan jika Raden Guru Syariun bin Raden Laytani adalah Ahlul Bait dari Azmatkhan. Nasab Keluarga Besar Pangeran Sageri khususnya juga Kong Riun beserta kuturunannya sudah masuk dalam kitab AL MAUSUU’AH LI ANSAABI AL IMAM AL HUSAINI (ENSIKLOPEDIA NASAB ALHUSAINI) yang disusun oleh Sayyid Bahruddin bin Sayyid Abdurrazak Azmatkhan AlHafidz & Sayyid Shohibul Faroji bin Sayyid Muhammad Misbah Azmatkhan AlHafidz, Penerbit Madawis.

Dari acara khaul yang diadakan ini, saya memang melihat banyak kyai-kyai, ajengan dan ulama-ulama keturunan Banten dan Jawa Barat yang hadir. Dan semua rata-rata banyak menceritakan tentang sosok Kong Riun. Rupanya mereka ini sudah lama tahu dengan sosok KongRiun. Acara ini menegaskan jika Kong Riun bukanlah orang sembarangan. Beberapa kyai bahkan dalam ceramahnya menyebutkan bahwa mereka sebenarnya sudah lama mendengar nama Kong Riun, cuma mereka penasaran dimana sebenarnya makam Ulama besar yang satu  ini karena di Tegal Parang, Mampang Parapatan, Pancoran tidak ada,  dan akhirnya mereka baru tahu jika makam beliau ini ada di Cilebut Bogor Jawa Barat. Beberapa keturunan Kong Riun yang mengerti Sejarah dan Nasab Kong mengatakan kepada saya  jika Keluarga Besar Kong Riun itu tersebar diberbagai wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mereka dulunya banyak yang memakai gelar Ateng. Keluarga Besar Kong Riun sendiri banyak terdapat Di Tegal Parang, Mampang Prapatan, Pancoran, Cililitan,Citayam, Cilebut, Pasar Minggu, dan wilayah-wilayah lain. Beberapa Keturunan Kong Riun dan juga keluarga besarnya mengatakan kepada kami bahwa beberapa Kyai beken yang ada di Mampang Prapatan, Pancoran, Tegal Parang garis nasabnya masih ada hubungan dengan keluarga besar Kong Riun.

Kong Riun adalah orang yang alim dan punya banyak beberapa kelebihan. Dari beberapa riwayat yang kami peroleh beliau ini adalah orang yang penyayang terhadap faqir miskin. Ada sebuah cerita yang menurut kami menunjukkan kepolosan dan ketulusan hati  seorang Kong Riun. Riwayat ini kami peroleh dari beberapa orang tua di Condet dimana Musholah mereka yang bernama Mushola Attakwa (Dekat jalan raya Condet), Guru Syariun pernah mengajar.  Pada suatu saat setelah Kong Riun Mengajar, Kong Riun Bingung ketika mau pulang ke rumahnya, beliau bingung karena tidak punya uang untuk membayar getek dikali Ciliwung. Saat itu kehidupan Kali Ciliwung masih alami dan Condet masih bernuansa kampung Betawi yang asri. Ciliwung pada masa itu arus sungainya deras sehingga fungsi getek sangat vital untuk penyebrangan. Para muridnya begitu tahu kegundahan hati Kong Riun, akhirnya semua patungan dengan mengumpulkan uang yang ternyata setelah dikumpulkan jumlahnya cukup banyak. Hasil Patungan yang jumlahnya cukup banyak itu diberikan kepada Kong Riun. Kong Riun melihat perbuatan murid-muridnya itu beliau merasa terharu dan akhirnya beliau menerima uang itu. Setelah mengajar Kong Riun pulang dan naik getek, saat setelah tiba di Daerah Pasar Minggu beliau kemudian membayar getek,namun yang membuat tukang getek kaget sekaligus gembira adalah jumlah uang yang diberikan, karena uang yang diberikan Kong Riun adalah semua uang hasil patungan murid-muridnya.  Uang itu jumlahnya cukup banyak untuk ukuran pada masa itu, mungkin bisa satu atau dua minggu bisa menghidupi perekonomian si tukang getek. Si tukang getak pulang dan menceritakan kejadian tersebut kepada beberapa warga Condet, dan kebetulan saat dia bercerita ada murid-murid Kong Riun. Mendengar berita ini, para murid Kong Riun kaget. Ketika Kong Riun kembali mengajar, beberapa murid bertanya kepada Kong Riun, kenapa uangnya dikasih semua sama tukang getek, padahal jumlahnya banyak dan bisa digunakan untuk keperluan yang lain. Kong Riun menjawab kalaudia hanya butuh untuk bayar getek saja, bukan buat apa-apa. Mendengar hal ini kagetlah mereka, dan semakin yakinlah mereka akan kualitas iman dan kedudukan  seorang Kong Riun sebagai ulama. Kong Riun inipada masa lalu sangat terkenal di Condet. Bahkan menurut salah satu paman Istrisaya, nama Kong Riun cukup tenar didaerah Cililitan, bahkan jawara-jawara disekitar Cililitan cukup mengenal baik Kong Riun ini. Nama Kong Riun didaerah Condet dan Cililitan pada tahun 1920 ternyata cukup mendapatkan tempat.

Cerita lain mengenai kelebihan beliauyang juga diriwayatkan oleh beberapa orang tua Condet, suatu saat Kong Riun memeliharaIkan dikolam rumahnya, beberapa muridnya ketika berkunjung ke Tegal Parang sering melihat keberadaan ikan-ikan tersebut. Pada suatu saat ikan dikolam milik Kong Riun itu hilang, gemparlah murid-muridnya. Dan tanpa diduga ikan itu sudah ada dipasar minggu untuk dijual, anehnya dari pagi sampai sore, ikan itu tidak laku-laku,karena setiap orang yang mau beli ikan tersebut, tahu jika ikan itu milik Kong Riun, sehingga mereka tidakada yang  berani membeli ikan-ikan tersebut,  padahal ikan  itu gemuk gemuk dan dijual murah oleh si pedagang, namun setiap orang yang mau beli tiba-tiba jadi merasa takut dan takut kualat. Orang sekitar pasar jaditahu kalau ikan itu milik Kong Riun,  Beberapa orang berkata, “itu ikan Kong Riun kok bisa ada dipasar”, dan kalimat ini akhirnya didengar juga oleh Kong Riun, akhirnya Kong Riun pergi menuju ke Pasar Minggu, dan saat bertemu dengan Sang Pedagang itu, secara tiba-tiba pedagang itu gemetar dan ketakutan, karena malu  jika perbuatannya ketahuan sama Kong Riun,tapi apa kata Kong Riun, sambil tersenyum beliau bilang  “Udah lu ambil aja tuh semua ikan dan bawa pulang buat anak bini lu, tapi besok-besok lu jangan nyolong lagi ya”. Dengan rasa malu namun juga terharu, si Pedagang menjawab, “iye Kong, gak lagi lagi dah aye nyolong”.

Cerita yang juga membuat kita bisa mengambil suri tauladan dari beliau ini adalah sikapnya kepada binatang.Suatu saat Kong Riun pergi mengajar  didaerah Pasar Minggu, dari Pasar Minggu beliau kemudian pulang ke Cilebut, saat beliau pulang beliau diberi oleh-oleh buah Rambutan oleh beberapa muridnya. Rambutan itu beliau bawa sampai Cilebut. Namun begitu sampai Cilebut Kong Riun Kaget, karena ada beberapa semut dibajunya. Semut itu mungkin dari buah Rambutan.  Maka setelah beliau melihat semut dibajunya, beliau naik lagi kereta dari Cilebut untuk kembali ke Pasar Minggu. Murid-murid yang di Pasar Minggu kaget, mereka berkata, “lho kok balik lagi Kong?”, dengan nada tenang Kong Riun berkata, “ini balikin semut ketempat asalnye, kasihan die kebawa sama ane sampai ke Cilebut”. Muridnya yang mendengar ucapan sang guru kaget dan tidakmenduga, hanya gara-gara Semut Kong Riun mau balik dari Cilebut ke PasarMinggu.

Salah satu karomahnya yang juga cukup mahysur dikalangan keturunannya adalah sebagai berikut:,Suatu saat beliau mau mengambil Wudhu di sumur dekat rumahnya yang berada di Cilebut, pada saat mengangkat air di ember, beliau merasa bahwa beban embernya tiba-tiba terasa sangat berat, sehingga ketika diangkat ember itu cukup juga membuat Kong Riun kerepotan. Dan pas ember itu sampai diatas bibir sumur, Kong Riun kaget, karena ember itu tiba-tiba berisikan emas,melihat kondisi ini, Kong Riun berkata,”Ya Allah saya butuh air buat Sholat,bukannya emas”. Setelah berkata demikian Ember yang berisi emas itu beliau turunkan,dan setelah mengangkat ember yang kedua kalinya barulah air sumur beliau peroleh. Kekeramatan Kong Riun juga banyak terjadi pada anak-anaknya. Namun keturunan Kong Riun lebih memilih Low Profil, alias tidak mau kelihatan dan inginterlihat biasa saja. Cerita-cerita lain yang tidak kalah menakjubkan, misalnya setiap beliau habis mengajar kemudian pulang, saat hujan beliau ini tidak pernah basah dan kehujanan, padahal jelas-jelas dia dimata muridnya kehujanan dan tidak pakai payung. Pernah juga suatu saat beliau naik kereta api dari pasar minggu menuju Cilebut, dan karena waktu itu dia tidak punya tiket, dia diturunkan masinis, anehnya setelah diturunkan disalah satu stasiun, kereta tidak bisa jalan-jalan, sontak penumpang pada heran, namun ada beberapa orang yang "curiga" pada Kong Riun, mereka memandang bahwa mungkin karena orangtua ini kereta tidak bisa jalan. mereka berfikir, pasti orangtua ini bukan orang biasa, sehingga sang masinispun akhirnya menaikkan kembali kong riun, dan ajaibnya kereta itu kemudian berjalan normal kembali. Memang kadang penampilan Kong Riun itu tidak seperti ulama pada umumnya, dia lebih senang berpenampilan apa adanya, sehingga bagi orang yang baru kenal, mungkin akan menganggap dia biasa saja.

Guru Syariun adalah asli berasal Tegal Parang tapi berasal dari keturunan Kesultanan Banten. Leluhurnya yaitu Pangeran Sageri dimakamkan di Jatinegara Kaum, sebuah daerah di Jakarta yang usianya cukup tua, karena didirikan pada tahun 1620 olehPangeran Ahmad Jaketra Azmatkhan. Tegal Parang pada masa lalu sama seperti daerah Condet, masih banyak perkebunan yang lebar, sawah masih banyak dan jarak rumahnya saling berjauhan dan masih banyak dihuni penduduk asli Betawi. Keluarga Besar Kong Riun terutama Ayahnya Raden Laytani merupakan orang yang dihormati pada masa itu. Walaupun Kong Riun keturunan Kesultanan Banten yang bahasa banyak menggunakan bahasa Sunda, namun karena Kong Riun dan keluarga besarnya tinggal didaerah Betawi yang asli, maka bahasa yang digunakan sehari-haripun adalah bahasa Betawi. Jadi percakapan keluarga besar Kong Riun ya bahasa Betawi. Pada masa Kong Riun hidup daerah seperti Tegal Parang, Mampang, Pancoran masih sepi, sehingga nyaris seperti kehidupan didaerah ini seperti kehidupan didesa dipedalaman. Kondisi daerah-daerah ini masih banyak sebagian yang hutan, sampai tahun 1950 awal, daerah Mampang, Tegal, Tebet, Bangka,  sering disebut, tempat jin Buang anak, karena begitu sepinya. Menurut ayah saya, sampai tahun 1959 daerah-daerah ini masih sangat sepi. Ayah saya yang dulu pernah ditawari tanah didaerah tersebut, justru menolak karena kondisi daerah itu masih sepi dan tradisional. Daerah Betawi yang ramai, kata ayah saya kebanyakan didaerah Jakarta Pusat seperti Senen, Kwitang, Sawah Besar, Tanah Tinggi, Tanah Abang, Kemayoran.

Kong Riun dari jalur ayahnya adalah Azmatkhan,  dan jika diambil silsilah dari Almarhumah. Ibudan kakeknya, beliau memang masih keturunan Hadramaut Yaman, itu sebabnya waja hanak keturunan beliau banyak yang menunjukan wajah Arab. Tidak heran memang banyak keturunan Kong Riun wajahnya mirip juga dengan wajah-wajah Timur Tengah. Adapun Nama  Syari'un di berikan seorang Syeikh kepada ayah beliau yg artinya dari Syari'uun = "Orang yang mengikuti hukum2 Syar'iy.."

Beliau sebagai seorang sufi juga Tahfidzul Qur'an, dan kelebihan menghafal Al-Qur'an beliau dapati dari Almarhum ayahnya Raden Laytani. Sejak  Usia beliau 5 Tahun beliau sudah mulai menghafal.Dan beliau ini juga mempelajari Kitab Al-Gunyah, Fiqh Al-Um, Manaqib, dan Awrad Syeikh Hisyam Al-Hadromi dan beberapa kitab Tauhid dan Tafsir. yang kesemua rangkuman dari pelajarannya di buat catatan dengan tulisan tangannya sendiri. Buku inilah yang sempat dicari beberapa murid dan anak cucu beliau saat beliau meninggal dunia, dan terakhir Buku tulis tangan Beliau yang menyimpannya adalah Almarhum Yahya Bin Khalid Bin Guru Syari'un (Krobokan Pasar Minggu). Gambaran fisik seorang guru Syariun yang kami peroleh dari salah seorang keturunannya, Guru Syariun digambarkan  berhidung mancung, bersih pipinya, senyumnya yg tak pernah lepas (wajah nya seakan selalutersenyum) tidak tinggi juga tidak pula kecil tubuhnya, halus pipinya, berbekas sujud di keningnya. Wajah Kong Riun memperlihatkan jika beliau adalah seorang ahli ibadah. Gaya hidupnya benar-benar gaya hidup sufi. Salah satu hadits dan amalan Raden Guru Syari'un yaitu  haditsRasulullah SAW dari Abi Hurairah radhiyallahu `anhu yang berbunyi "DemiAllah, sesungguhnya aku akan mendekatkan kamu cara solat Rasulullah S.A.W. MakaAbu Hurairah melakukan qunut pada solat Zuhur, Isya' dan Subuh. Beliaumendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat ke atasorang-orang kafir".  Raden Guru Syari'un adalah hamba Allah yang hafal Al-Qur'an, sabar dalam setiap keadaan dan istiqomah dalam taqwa dan senantiasa memperhatikan kekuatan imannya, sifat kewaliyannya telah membekas di sepanjang hidupnya.
Raden Haji Guru Syariun Azmatkhan wafat pada tahun 1926 Masehi, beliau dimakamkan di Cilebut Bogor Jawa Barat, tidak jauh dari Sungai Ciliwung. Pada saat sakit dan menjelang wafatnya, beliau masih terus berzikir, meski dari mulut dan hidungnya banyak mengeluarkan darah,senyumnya tidak pernah hilang kepada anak-anak dan istrinya. Setiap tahun perayaan Khaulnya dirayakan  di CilebutJawa Barat dan dihadiri banyak Ajengan dari Jawa Barat dan juga beberapa tokohpolitik dari Jawa Barat.

Sumber Tertulis :
  1. Al Mausuu’ah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini (Ensiklopedia Nasab Al Husaini), Oleh : Sayyid Bahruddin bin Abdurrozaq Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji bin Sayyid Muhammad Misbah Azmatkhan Al Hafiz, Penerbit Madawis.
  2. Silsilah Keluarga Haji Letek Dan Raden Koja, Penerbit IKGS

Sumber Riwayat :

  1. Kong Haji Tubagus Muhammad Aseni Azmatkhan Menteng Atas Jakarta
  2. Kong Haji Tubagus Umar Azmatkhan (Cilebut Jawa Barat)
  3. Ayahnda Mertua Drs. Affandi Ahmad (Tegal Parang)
  4. Almarhumah Ibunda Mertua Hajjah Rukiah (Tegal Parang)
  5. Pamannda Mertua Muhammad Zaini (Ciamis)
  6. Bang Udin (Cilebut Bogor Jawa Barat)
  7. Almarhum Bang Ama’ (Alm Fauzi) Tegal Parang
  8. Tubagus Noval Azmatkhan (Pancoran)
  9. Al Ustads Surya Al Hadid (Parung Bogor)
  10. Ustadz Syarbini (Jalan Datuk Ibrahim Condet)
  11. Haji Musa (Jalan Datuk Ibrahim Condet)
  12. Dll.

SEJARAH SYEKH QURO KARAWANG (MAULANA HASANUDDIN CHAMPA) & HUBUNGANNYA DENGAN BETAWI DAN JAWA BARAT

Syekh Quro, siapa yang tidak kenal nama yang satu ini, khususnya diwilayah Karawang. Bahkan nama beliau ini juga dikenal dikawasan jawa barat. Dalam Sejarah Jawa Barat dan Betawi nama yang satu ini cukup sering diulas. Ridwan Saidi, sejarawan betawi dalam bukunya yang berjudul "Babad Tanah Betawi, hal 109, penerbit gria media prima, mengangkat nama beliau ini sebagai penyebar agama islam pertama di betawi. BABE Ridwan sangat fanatik dengan sosok Syekh Quro ini, beberapa kali dalam diskusi sejarah betawi, BABE RIDWAN selalu bangga dengan sosok Syekh Quro, namun sayangnya  BABE RIDWAN kurang respek dengan sosok Fatahillah (yang beliau  anggap membunuh 3000 orang betawi saat membebaskan sunda kelapa). Sengaja saya tampilkan beberapa pernyataan Babe Ridwan karena nanti peran Syekh Quro ini akan terlihat, apakah beliau memang ada hubungan dengan Betawi atau tidak atau kalaupun ada bagaimana porsinya, tulisan ini nanti akan bisa dinilai oleh para pembaca dalam menentukan peran serta Syekh Quro baik di Betawi maupun di Jawa Barat.

Dalam satu  buku yang juga saya peroleh dari dinas museum banten lama yang ditulis dengan gaya ilmiyah yang berjudul Riwayat Kesultanan Banten, halaman 5 tahun 2006 olehTubagus Hafiz Rafiudin, sosok Syekh Quro bahkan ditulis dengan jelas sebagai guru besar Agama Islam Di Champa. Pada halaman awal itu nama Syekh Quro langsung tertera sebagai guru besar dan orang yang berpengaruh pada tokoh tokoh atau raja/sultan pada kerajaan Pajajaran, kesultanan Cirebon maupun kesultanan Banten kelak.

Bagi orang Cirebon, Indramayu dan juga banten, nama yang satu ini juga cukup mendapat perhatian, karena sepak terjang dakwahnya yang dapat dikatakan sukses besar. Dakwahnya damai, santun dan cerdik. Beliau berdakwah dengan kemampuan ilmu alqur'annya. Ulama besar yang bergelar Syekh Qurotul’ain ini ternyata nama aslinya adalah Syekh Mursyahadatillah atau Syekh Hasanudin. Beliau adalah seorang yang arif dan bijaksana dan termasuk seorang ulama yang hafidz Al-qur’an serta ahli Qiro’at yang sangat merdu suaranya. Syekh Quro adalah putra ulama besar Mekkah, penyebar agama Islam di negeri Campa (Kamboja) yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang ternyata masih merupakan keluarga besar Azmatkhan, karena ayah Syekh Yusuf Siddiq ternyata Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro. Sayyid Yusuf Siddiq sendiri ibunya adalah Puteri Linang Cahaya binti Raja Sang Tawal/ Sultan Baqi Syah/ Sultan Baqiuddin Syah (Malaysia). Putri Linang cahaya ini dalam kitab Ensiklopedia Nasab Al Husaini dan juga situs Madawis telah melahirkan 3 anak, yaitu: Pangeran Pebahar, Fadhal (Sunan Lembayung), Sunan Kramasari (Sayyid Sembahan Dewa Agung), Syekh Yusuf Shiddiq. Ibu dari Sayyid Yusuf Siddiq ini adalah istri ke 3 dari Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro. Jadi Syekh Quro ini adalah cucu dari Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro, artinya beliau Syekh Quro adalah keluarga besar Walisongo.

Adapun nasab Syekh Quro berdasarkan kitab nasab yang disusun Oleh Al Allamah Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al Hafiz dan Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, penerbit Madawis, Edisi Tahun 2014 adalah sebagai berikut  :

1. Muhammad Rasulullah SAW
2. Fatimah Az-zahra
3. Husein As-shibti
4. Ali Zaenal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Jakfar As-Shodiq
7. Ali Al-Uraidhi
8. Muhammad An-Naqib
9. Isa Ar-Rumi
10. Ahmad Al-Muhajir
11. Ubaidhillah
12. Alwi Al Awwal
13. Muhammad Shohibus Souma'ah
14. Alwi Atsani
15. Ali Kholi' Qosam
16. Muhammad Shohib Marbat
17. Alwi Ammul Faqih
18. Abdul Malik Azmatkhan
19. Abdullah Amir Khan
20. Sultan Ahmad Syah Jalaluddin
21. Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
22. Syekh Yusuf Siddiq
23. Syekh Hasanuddin/Maulana Hasanuddin/Syekh Quro Azmatkhan

Pada waktu kedatangan beliau ditanah Jawa, terutama kawasan Jawa bagian barat (saat itu belum ada istilah barat atau timur), wilayah Jawa Bagian Barat masih dibawah kekuasaan Negeri Pajajaran yang saat itu menganut agama Hindu, dengan seorang Raja yang bernama Prabu Anggalarang, Kekuasaan raja pajajaran tersebut meliputi wilayah Karawang dan juga sekitarnya, sebelum datang ke tanah Karawang sekitar tahun 1409 Masehi, Syekh Quro menyebarkan Agama islam di negeri Campa, dari sini beliau lalu ke daerah Malaka dan dilanjutkan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura akhirnya sampai ke Pelabuhan Muara Jati Cirebon, disini beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati, yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana dan juga oleh masyarakat sekitar, mereka sangat tertarik dengan ajaran yang disampaikan oleh Syekh Quro yang di sebut ajaran agama Islam.

Kedatangan awal Syekh Quro tentu tidak mengherankan jika ditinjau dari sisi ilmu nasab dan sejarah, karena sebelum kedatangan beliau, keluarga besar AZMATKHAN atau walisongo sudah periode awal sudah mulai bergerak, dimulai dari Sayyid Husein Jamaluddin, kemudian anak anaknya dan dilanjutkan dengan keturunanya. Jika ditinjau dari nasab dan periodesasi walisongo, beliau ini satu angkatan dengan Maulana Malik Ibrahim dan walisongo angkatan angkatan pertama. Sayangnya memang, dibandingkan dengan walisongo yang lain, sosok beliau ini jarang dikaji dalam bentuk tulisan sejarah atau ilmiah, padahal jasa beliau dalam menyebarkan agama islam itu sangat besar. Jasa beliau ini tidak boleh dianggap kecil, karena beliau inilah yang merupakan pelopor penyebaran agama islam di Jawa Barat, sebelum eranya Sunan Gunung Jati.

Sebelum kedatangan Syekh Quro, dapat dikatakan penyebaran Islam belum sporadis, namun sejak kedatangan Syekh Quro ini, Islam mulai mendapat tempat dihati rakyat. namun demikian, penyebaran agama Islam yang disampaikan oleh syekh Quro di tanah Jawa bagian barat ini rupanya sangat mencemaskan Raja Pajaran Prabu Anggalarang, sehingga pada waktu itu penyebaran agama Islam dengan titahnya harus segera dihentikan. Perintah dari Raja Pajajaran tersebut dipatuhi oleh Syeh Quro yang memang pendekatan dakwahnya sangat persuasif. Namun kepada utusan dari Raja Pajaran yang mendatangi Syekh Quro, Syekh Quro mengingatkan kepada utusan tersebut untuk kemudian disampaikan kepada raja pajajaran, "meskipun ajaran agama Islam dihentikan, namun penyebarannya kelak akan meluas hebat, dan justru dari keturunan Prabu Anggalarang nanti akan ada yang menjadi seorang Waliyullah".

Beberapa saat kemudian beliau pamit pada Ki Gedeng Tapa untuk kembali ke negeri Campa, di waktu itu pula Ki Gedeng Tapa menitipkan putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang, untuk ikut dan berguru pada Syekh Quro. Tak lama kemudian Syekh Quro datang kembali ke negeri Pajajaran kembali beserta Rombongan para santrinya, dengan menggunakan Perahu dagang sebagian ahli sejarah mengatakan beliau ikut bersama rombongan titian muhibah laksamana cheng ho (nanti akan dibahas dibawah ini). Dalam rombongan yang bersama beliau diantaranya adalah, Nyi Mas Subang Larang, Syekh Abdul Rahman. Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdilah Dargom.

Setelah Rombongan Syekh Quro melewati Laut Jawa dan Sunda Kelapa dan masuk Kali Citarum yang waktu itu di Kali tersebut ramai dipakai Keluar masuk para pedagang ke Pajajaran, akhirnya rombongan beliau singgah di Pelabuhan Karawang.

Menurut Buku Sejarah Jawa Barat Oleh Yosep Iskandar, tahun 1997 Halaman 250, Syekh Quro masuk Karawang sekitar 1416 M. Syekh Quro masuk bersama rombongan besar titian muhibah Laksamana Cheng Ho. Armada Cheng Ho sendiri berangkat atas perintah Kaisar Cheng-Tu atau Kaisar Yunglo, Kaisar Dinasti Ming yang ketiga. Armada laut itu berjumlah 63 kapal, dengan prajurit lautnya sebanyak 27.800 orang termasuk Syekh Quro dan rombongannya. Oleh Karena Syekh Quro atau Maulana Hasanuddin atau Syekh Hasanuddin bermaksud menyebarkan agama islam, Laksamana Cheng Ho mengizinkan, apalagi Cheng Ho dan Syekh Quro sama-sama ahlul bait. Dalam Pelayarannya menuju Majapahit Armada Cheng Ho singgah disebuah daerah yang bernama Pura, nah saat di Pura inilah rombongan besar Syekh quro turun, sedangkan armada cheng ho menuju muara jati cirebon dan beristirahat seminggu lamanya untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Jawa timur.

Syekh Hasanuddin tinggal beberapa lama di Pura Karawang dibawah kegiatan Pemerintahan dan kewenangan Jabatan Dalem (masih bawahan pajajaran). Karena rombongan Syekh quro tersebut, sangat menjunjung tinggi peraturan kota Pelabuhan, aparat setempat sangat menghormati dan memberikan izin untuk mendirikan Mushola ( 1418 Masehi) sebagai sarana Ibadah sekaligus tempat tinggal mereka. Setelah beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syekh Quro terus menyampaikan Dakwah-dakwahnya di Mushola yang dibangunnya (sekarang Mesjid Agung Karawang). Dalam berdakwah ajaran Syekh Quro mudah dipahami dan mudah diamalkan, ia beserta santrinya juga memberikan contoh pengajian Al-Qur’an menjadi daya tarik tersendiri di sekitar karawang.

Di tempat ini pula Syekh Quro menikah dengan Ratna Sondari, putri penguasa daerah karawang yaitu bernama Ki Gedeng Karawang, dari pernikahannya beliau memperoleh putra yang dikenal dengan nama Syekh Ahmad, yang selanjutnya menjadi penghulu (na'ib pertama di Karawang. Cucunya Syekh Ahmad dari putrinya Nyi Mas Kedaton bernama Musanudin yang kelak menjadi lebai di Cirebon dan memimpin tajug sang cipta rasa pada masa pemerintahan susunan jati

Ulama besar ini sering mengumandangkan suara Qorinya yang merdu bersama murid-muridnya, Nyi Subang Larang, Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur dan santri lainnya seperti , Syekh Abdiulah Dargom alias Darugem alias Bentong bin Jabir Modafah alias Ayekh Maghribi keturunan dari sahabat nabi (sayidina Usman bin Affan).

Berita kedatangan kembali Syekh Quro, rupanya terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang penyebaran agama islam di tanah Jawa, sehingga Prabu Anggalarang mengirim utusannya untuk menutup kembali pesantren Syekh Quro. Rupanya ketidak sukaan Raja ini belum pupus terhadap ajaran Islam. Utusan yang datang kali ini ketempat Syekh Quro adalah Putra Mahkota Kerajaan Pajajaran sendiri yang bernama Raden Pamanah Rasa (kelak bernama Prabu Siliwangi, raja pajajaran yang legendaris). Sesampainya di pesantren tersebut sang putra putra mahkota tersebut justru hatinya tertambat oleh alunan suara yang merdu yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang, ”dalam mengalunkan suara pengajian Al-Qur’an,”. Nyai Subang Larang bin Ki Gedeng Tapa adalah Alumnus pertama Pesantren Quro Dalem Karawang, pesantren Pertama Di Jawa Barat yang didirikan oleh Syekh Quro tahun 1416 Masehi. Silsilah Nyai Subang Larang sendiri masih merupakan kerabat dekat kerajaan pajajaran, sehingga mau tidak mau penguasa pajajaran juga merasa serba salah menyikapi adanya pesantren ini, apalagi dalam berdakwah pondok pesantren ini tidak melakukan kekerasan, pendekatan dakwah pesantren adalah persuasif, damai, santun dan cerdas.

Prabu Pamanah Rasa akhirnya mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Atas kehendak yang Maha Kuasa Prabu Pamanah Rasa menaruh perhatian khususnya pada Nyi Subang Larang yang cantik dan merdu suaranya, akhirnya Prabu Pamanah Rasa melamar dan ingin mempersunting Nyi Subang Larang sebagai permaisurinya. Pinangan tersebut diterima tapi dengan syarat mas kawinnya yaitu Lintang Kerti Jejer Seratus, yang di maksud itu adalah simbol dari Tasbeh yang merupakan alat untuk berwirid. Pernikahan ini membuktikan jika beliau Prabu Pamanah Rasa adalah Islam. Tidak mungkin rasanya tokoh sekelas Syekh Quro akan mudah menikahkan Nyai Subang Larang sembarangan.

Selain itu Nyi Subang Larang mengajukan syarat lain yaitu, agar kelak anak-anak yang lahir dari mereka harus menjadi Raja. Semua permohonan Nyi Subang Larang disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa. Atas petunjuk Syekh Quro, Prabu Pamanah Rasa segera pergi ke Mekkah.

Di tanah suci Mekkah, Prabu Pamanah Rasa disambut oleh seorang kakek penyamaran dari Syekh Maulana Jafar Sidik. Prabu Pamanah Rasa merasa keget, ketika namanya di ketahui oleh seorang kakek. Dan Kekek itu, bersedia membantu untuk mencarikan Lintang Kerti Jejer Seratus dengan syarat harus mengucapkan Dua Kalimah Syahadat. Sang Prabu Pamanah Rasa denga tulus dan ikhlas mengucapkan Dua Kalimah Syahadat yang makna pengakuan pada Allah SWT sabagai satu-satunya Tuhan yang harus disembah dan Muhammad adalah utusannya.

Semenjak itulah, Prabu Pamanah Rasa masuk agama Islam dan menerima Lintang Kerti Jejer Seratus atau Tasbeh, mulai dari itu Prabu Pamanah Rasa diberi ajaran tentang agama islam yang sebenarnya. Prabu Pamanah Rasa segera kembali ke Kraton Pajajaran untuk melangsungkan pernikahannya dengan Nyi Subang Larang. Waktu terus berjalan maka pada tahun 1422 M pernikahan di langsungkan di Pesantren Syekh Quro dan dipimpin langsung oleh Syekh Quro. Setelah menikah Prabu Pamanah Rasa dan dinobatkan sebagai Raja Pakuan Pajajaran dengan gelar Prabu Siliwangi.

Hasil dari pernikahan tersebut mereka dikarunai 3 anak yaitu:

1.Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi) 2.Nyi Mas Rara Santang ( 1426 Masehi) 3.Raja Sangara ( 1428 Masehi).

Setelah melewati usia remaja Raden Walangsunsang bersama adiknya Nyi Mas Rara Santang pergi meninggalkan Pakuan Pajajaran dan mendapat bimbingan dari ulama besar Syekh Nur Jati Azmatkhan di Perguruan Islam Gunung Jati Cirebon.

Setelah kakak beradik menunaikan ibadah Haji, maka Raden Walang Sungsang Menjadi Pangeran Cakra Buana dengan sebutan Mbah Kuwu Sangkan dengan beristerikan Nyi Mas Endang Geulis Putri Pandita Ajar Sakti Danuwarsih. Sedangkan Nyi Mas Rara Santang waktu pergi ke naik haji ke Mekkah diperisteri oleh Abdullah Umdatuddin (ada yang mengatakan Sultan Mesir, kemungkinan besar mesir adalah tempat belajar atau transit dakwah Sayyid Abdullah Umdatuddin, karena pada era itu tidak ada nama Syarif Abdullah dalam peta pemimpin mesir) , sedangkan Raja Sangara menyebarkan agama islam di tatar selatan dengan sebutan Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat), wafat dan dimakamkan di Godog Suci Garut. Nyi Mas Rara Santang setalah menikah dengan Sayyid Abdullah Umdatuddin/Sultan Champa/Maulana Hud, Namanya diganti menjadi Syarifah Mudaim, dari hasil pernikahannya dikaruniai dua orang putra, masing-masing bernama Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Abdullah Umdatuddin sendiri memiliki beberapa istri, salah satunya adalah Syarifah Zaenab/Putri Champa binti Ibrahim Zaenuddin Al Akbar Asmorokondi. Dari Syarifah Zaenab lahir Raden Fattah Azmatkhan/Sultan Demak 1, artinya antara Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah satu bapak beda ibu.

Adapun anak ke 3 dari Prabu Siliwangi yang bernama Raja Sengara kelak bernama Kian Santang yang salah satu keturunannya adalah KH ABDULLAH BIN NUH (ulama besar Indonesia). Kian Santang mengikuti jejak kakak kakaknya untuk menjadi pendakwah, namanya menjadi legenda dibumi jawa barat. Kisahnya cukup banyak, baik itu fakta ataupun mitos. Kian Santang terus bergerak kearah Jawa Barat untuk mengislamkan penduduk penduduk yang masih beragama hindu. Ayahnya sendiri yaitu Prabu Pamanah Rasa atau Prabu Siliwangi masih sering menjadi perdebatan tentang agama yang dianut, apakah ia islam atau hindu. Memang pasca pernikahan beliau dengan Nyai Subang Larang, Prabu Siliwangi kembali ke kerajaannya dimana kondisinya sangat hindu sentris, sehingga keberadaan beliau bisa saja dipengaruhi kembali ajaran lamanya, apalagi intrik intrik dalam kerajaan sangat kuat. istri dan anak-anak Prabu Siliwangi sendiri cukup banyak dan rata rata agama mereka adalah hindu, sehingga boleh jadi mereka juga bisa memberikan pengaruh besar pada keimanan beliau, sebaliknya ketiga anaknya yang lahir dari Nyai Subang Larang terselamatkan akidahnya karena berada pada pendidikan sang ibu yang merupakan jebolan pertama pesantren Quro Dalem Karawang. Ketiga anak beliau dari Nyai Subang Larang ini rupanya tidak kerasan di Kraton Pajajaran dan mereka lebih memilih hidup dengan ibu dan santri santri pesantren Quro. Yang juga harus dikritisi, menurut saya tidak benar jika Kian Santang mengejar ngejar ayahnya untuk masuk islam, apakah memang demikian??? apakah islam mengarjakan paksaan? saya rasa tidak, sebagai orang orang yang dididik oleh keluarga besar walisongo, saya fikir tidak mungkin Kian Santang memaksa ayahnya. cerita darimana ini??? apakah tidak malah merendahkan Kian Santang sebagai seorang pendakwah???. Kita tidak tahu masalah keimanan Prabu Siliwangi diakhir hidupnya. Namun fakta ia menikah secara islam memang benar, karena ia menikah disaksikan Syekh Quro dan juga para Santri Syekh Quro.

Dari beberapa paparan saya diatas, mungkin pembaca sudah bisa menilai bagaimanakah sebenarnya peranan Syekh Quro baik di Betawi maupun di Jawa Barat..

Wallahu a'lam...hanya Allah yang tahu Jawaban itu semua......

SUMBER :

1. ENSIKLOPEDIA NASAB ALHUSAINI SELURUH DUNIA, OLEH AL ALLAMAH SAYYID BAHRUDDIN AZMATKHAN AL HAFIZH & SAYYID SHOHIBUL FAROJI AZMATKHAN AL HAFIZH (THEGRAND-MUFTI KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM), PENERBIT MADAWIS 2011.

2. SEJARAH JAWA BARAT, OLEH YOSEF ISKANDAR, PENERBIT CV GEGER SUNTEN, BANDUNG , 1997.

3. BABAD TANAH BETAWI, RIDWAN SAIDI, PENERBIT GRIA MEDIA, JAKARTA, 2002.

4. RIWAYAT KESULTANAN BANTEN, TUBAGUS HAFIDZ RAFIUDIN, BANTEN, 2006.

5. CHENG HO-MISTERI PERJALANAN MUHIBAH DI NUSANTARA, PROF. KONG YUANZHI, PUSTAKA OBOR, JAKARTA, 2011

6. DARI SITUS/WEBSITE PON PES RAUDATUL IRFAN (PONDOK PESANTREN DI KARAWANG YANG DIDIRIKAN OLEH KH MEMED TURMUDZI BIN KH ZARKASI -(MURID KH TB AHMAD BAKRI (MAMA SEMPUR).