Senin, 20 Juni 2016

HARI LAHIR KOTA JAKARTA BERDASARKAN SANAD KITAB AL FATAWI

Ada seseorang yang baru saja WA saya, dia bertanya serius tentang hari lahir kota Jakarta yang sesungguhnya....
Mengenai hal ini sebenarnya sudah berkali kali saya jawab, baik itu lewat status, catatan maupun blog. Namun untuk tidak membuat dia penasaran saya akan coba kembali mengulas secara singkat tentang kapan sebenarnya hari lahir Kota Jakarta yang asli itu muncul.
Adapun penetapan 22 Juni sebagai hari lahirnya kota Jakarta, itu adalah hasil kesepakatan politik tahun 1955 yang didasari penelitian beberapa ahli sejarah yang sebenarnya saat itu masih terdapať pendapat pro dan kontra yang tidak berujung. Sehingga untuk mengakomodasi semua perdebatan tersebut apalagi ditambah waktu yang sudah mendesak supaya Jakarta punya hari lahir, akhirnya ditetapkanlah hari jadi kota Jakarta tanggal 22 Juni itu oleh Pemimpin Jakarta pada saat itu.
Sedangkan jauh sebelumnya, berdirinya negeri Jayakarta atau Jakarta sudah ditulis pada tahun 1910 M oleh Al Allamah KH Ahmad Syar'i yang merupakan Ulama, Sejarawan dan Pejuang Jayakarta. Beliau telah menulis dalam kitab Al Fatawi bahwa Jayakarta atau Jakarta (nama sekarang) berdiri tanggal 1 Syawal 933 Hijriah atau 1 Juli 1527. Ingat, tahun 1910 itu adalah merupakan penyalinan ulang dari kitab lama tahun 1860 M. Keterangan lahirnya kota Jàkarta itu disampaikan secara turun temurun oleh mereka yang memelihara sejarah Jayakarta.
Pada saat perdebatan ahli sejarah ditahun 1955 itu, rupanya mereka mungkin tidak mēngetahui keberadaan kitab Al Fatawi, sebab saat itu kitab Al Fatawi masih dipegang KH Ahmad Syar'i yang menetap di Palembang Sumatra Selatan.
Yang juga harus dìperhatikan, bahwa beralihnya kekuasaan Sunda Kelapa ke tangan Kesultanan Demak yang diwakili Fattahillah tidaklah melalui peperangan. Sunda Kelapa tahluk dengan damai. Jadi tidak ada itu namanya pembantaian. Kisah pembantaian itu justru berasal dari Sejarawan Portugis yang sangat membenci figur Fattahillah. Jadi sebenarnya tidak ada peperangan di Bulan Ramadhon. Di Bulan ini justru Sultan Trenggono yang merupakan pemegang Komando Tertinggi telah memerintahkan agar para Mujahid Gabungan Nusantara tidak berperang dan menahan diri, semua semata mata untuk menghornati bulan suci ini. Dan terbukti Ratu Sunda Kelapa dan pasukannya menyerah dengan damai tanpa ada satu tetes darahpun tumpah tepat pada malam takbiran (bertepatan dengan 30 Ramadhan).
Malam takbiran, tepatnya sekitar jam 2 malam tanggal 1 Syawal 933 Hijriah, Fattahillah yang sudah memegang kekuasaan Sunda Kelapa sholat tahajud...setelah tahajud beliau membaca Al Qur'an. Tepat pada awal surat Al Fath Allah memberikan ilham kepadanya agar nama Sunda Kelapa diganti menjadi nama Fathan Mubina yang kemudian kelak menjadi Jayakarta.
Besok harinya dalam khotbah Idul Fitri Fattahillah yang disaksikan ribuan Mujahidin Nusantara serta rakyat Sunda Kelapa, kemudian memproklamirkan Negerí Fathan Mubina dan menggantikan nama Sunda Kelapa. Jelas dengan dikuasainya Sunda Kelapa yang berada di wilayah barat Jawa telah membuat Sultan Trenggono lega karena Negeri Baru Fathan Mubina bisa menjadi benteng utama dalam menjalankan misi jihad fisabilillah terhadap ancaman bangsa bangsa Asing yang ingin "merusak" tatanan Agama Islam yang sudah mapan di Jawa dan Sunda dan salah satu pintu gerbang strategis adalah peĺabuhan dan wilayah Sunda Kelapa.
Bagaimana dengan Portugis ?
Sebenarnya kedatangan Portugis tidak lagi mempengaruhi "Proklamasi" berdirinya Jayakarta. Mereka datang, negeri Fathan Mubina sudah berdiri tegak dan kuat. Kedatangan Portugis itu sendiri diperkirakan diperkirakan akhir Juli atau Awal Agustus 1527 M. Saat itu Fathan Mubina atau dikemudian hari menjadi Jayakarta kondisinya sudah kuat secara militer laut, sehingga ketika Portugis masuk langsung bisa mudah dipatahkan. Untuk masalah waktu pertempuran Portugis dan Jayakarta sampai saat ini tidak pernah ditemukan dalam catatan sejarah Portugis. Satu satunya yang tidak ditulis detail oleh mereka adalah pertempuran tahun 1527 M itu, yang lain sangat lengkap dan detail. Mungkin sejarawan Portugis malu jika mengangkat sejarah ini, mengingat pada waktu itu Portugis adalah negara Super Power dalam bidang kemaritiman di dunia. Tapi ada satu surat yang tertera tulisannya "Bulan September 1527 M yang diterima raja Portugal dari Fransesco De Sa yang isinya menyatakan penyesalan karena tidak bisa "berlabuh" di Sunda Kelapa namun tidak ditulis alasannya.
Dari keterangan ini jelaslah jika Jakarta atau Jayakarta berdiri tanggal 1 Syawal 933 Hijriah atau 1 Juli1527 Masehi. Dan keterangan ini diturunkan dan ditulis secara estafet oleh para pemelihara Sejarah Jayakarta yang mayoritas rata rata adalah merupakan ulama. Keterangan ini lepas dari pengaruh penjajah dan lepas dari kepentingan politik, semua murni merupakan warisan sejarah yang dituturkan atau diriwayatkan secara BERSANAD.
Jika ditanya........mana yang harus dipegang......? tanggal 1 Syawal 933 Hijriah atau tanggal 22 Juni 1527 (22 Ramadhan 933 H) ? maka dengan tegas saya lebih memilih dan mempercayai tanggal 1 Syawal 933 H karena riwayatnya bersanad jelas dan tertulis di kitab yang kronologis. Dalam ilmu agama faktor sanad sangatlah penting dalam menilai dan mengukur keotentikan materi materi ilmu yang didapat, ditambah lagi didalamnya terdapat nilai nilai keberkahan...mempercayai sebuah hasil perdebatan yang tidak berujung bukanlah sebuah solusi dalam mencari "kebenaran" sejarah.
Tinggal pilih....mau percaya terhadap ulama yang bersanad ? atau percaya dari hasil kesepakatan politik dan sumber sumber yang kontroversi yang belum ketemu ujungnya ?
Terakhir.....Jakarta itu lahir karena jasa ulama dan mujahidin mujahidin Nusantara...jadi sudah sepantasnya kita menghargai jasa mereka, termasuķ menghargai apa yang sudah mereka abadikan dengan berdirinya negeri Jayakarta yang jatuh pada tanggal 1 Syawal 933 Hijriah...
Wallahu A"lam Bisshowwab..
(Insya Allah lain waktu saya akan menulis detail tentang hal ini...tulisan yang sekarang ini hanyalah untuk menpercerah pemikiran saja)