Minggu, 14 Agustus 2016

PANGERAN JAGA KARSA/JAGA RAKSA/JAGA RASA, PAKUNYA WILAYAH JAGAKARSA, BUMI AULIA PADA MASA LALU

Perjalanan Ziarah kali ini adalah menuju makam Pangeran Jaga Karsa atau Pangeran Jaga Rasa atau Pangeran Jaga Raksa. Posisi makam berada di wilayah Jagakarsa Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Belimbing Jagakarsa RT: 07 RW: 08 atau bisa juga melalui Gang Kramat atau lebih mudahnya makam tersebut berada di belakang sekolah SMK/SMA YAPERJASA. Nama jalan Kramat sendiri diambil dari sosok beliau yang dahulu dikenal banyak memiliki "kekeramatan". Di daerah ini makam beliau adalah makam tertua sebelum munculnya makam-makam yang lain.
Sejak dulu saya adalah orang yang sangat penasaran dengan wilayah ini, karena berdasarkan pengalaman saya berkunjung ketempat ini, nuansa keislamannya sangat kental sekali, masuk ke wilayah ini rasa-rasanya sangat nyaman sekali. Oleh karena itu demi untuk mencari "jawaban" itu semua, maka saya akhirnya mencoba mengadakan sebuah penelitian terhadap daerah Jagakarsa khususnya terhadap Sang Tokoh Pendirinya tersebut.
Menurut salah satu keturunannya (Bang Tamin) Pangeran Jagakarsa atau Jaga Raksa adalah Keturunan Raden Fattah yang ditugaskan untuk menghadapi serangan Portugis di Sunda Kelapa. Pangeran Jagakarsa membuat pemukiman di wilayah ini sejak tahun 1526 Masehi. Jika diamati secara geografis memang wilayah Jaga Karsa ini cukup strategis untuk dijadikan sebuah benteng pertahanan atau pemukiman yang tesembunyi, ditambah wilayah disini kaya akan hasil bumi dan air yang melimpah sehingga sangat menunjang sistem pemerintahan yang ada.
Pada masa itu orang-orang yang ditugaskan dalam sebuah pekerjaan, mereka juga merupakan ulama. Apakah mereka itu Panglima Perang, Senopati ataupun Mangkubumi, dll, yang jelas mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Diantara mereka bahkan banyak yang merupakan Aulia Allah.
Diantara sekian banyak yang ditugaskan, telah disebut nama Pangeran Jagakarsa. Beliau adalah Panglima yang membawahi daerah Jagakarsa dan sekitarnya, bersama dengan beberapa tokoh yang lain seperti Syekh Zakaria (bertugas di Lenteng Agung dalam bidang perairan/Angkatan Laut), Syaikhuna Wijaya Sakti (bertugas sebagai Panglima Pasukan Berkuda di wilayah Ragunan), Syekh Datuk Kuningan Paku Negara (bertugas dalam Bidang Persenjataan di wilayah Ciganjur), dan Nyi Ros Kembang Pandan Wangi sebagai fihak yang mendistribusikan logistik kepada pasukan Mujahidin yang akan menghadapi Portugis, Nyi Ros Kembang menetap di tepi Setu Babakan, tepatnya di jalan Kramat Bambu dan bersebelahan dengan mushola nurul fajri. Mereka bahu membahu memperkuat pertahanan di wilayah Selatan Sunda Kelapa ini.
Keberadaan mereka yang berada di Jagakarsa demi untuk memperkuat Pasukan Mujahidin Kesultanan Demak yang akan menghadapi Portugis di Marunda Kelapa, disamping itu karena jalur Jagakarsa ini berdekatan dengan wilayah pemerintahan Pajajaran, maka kelima tokoh penting ini menjadikan wilayah Jagakarsa sebagai alur transportasi strategis untuk mengamati kekuatan musuh, apalagi diketahui bahwa pada tahun 1522 Portugis pernah mendatangi Kerajaan Pajajaran untuk menghadiri pelantikan Raja Pajajaran Baru.
Pangeran Jagakarsa sendiri semasa hidupnya dikenal sebagai ulama yang tawadhu, alim dan sederhana. Sampai akhir hayatnya beliau dikenal sebagai orang yang zuhud. Beliau bahkan melarang makamnya dibuat bagus, karena khawatir dikultuskan. Sehingga tidaklah mengherankan, sampai saat ini makam beliau masih berbentuk sederhana. Sampai saat ini makam beliau juga tidak pernah dipasangi Plang nama, karena memang beliau tidak senang dengan ketenaran.
Beliau juga merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap amanah dan tugas yang diberikan pimpinannya. Dia juga dikenal sebagai orang yang memegang teguh prinsip. Suatu saat beliau pernah mau dijemput fihak Kesultanan Demak untuk kembali. Namun beliau menolak dengan alasan, kalau wilayah Jagakarsa ditinggalkan siapa yang nanti mengawasi dan mengelola daerah ini, padahal saat itu pemukiman Jaga Karsa sudah ramai dan semarak dengan dakwah Islamiah, disamping itu beliau merasa sudah kerasan di wllayah ini, apalagi saat itu beliau sudah melakukan usaha yang susah payah untuk mengislamkan masyarakat yang masih memegang teguh agama terdahulu.
Nama Pangeran Jagakarsa pada masa itu sangatlah tenar dan dihormati berbagai kalangan, mulai dari bangsawan Cirebon, Banten, Demak semua sangat mencintainya. Bangsawan Banten sesudahnya bahkan sering memanggil kepada beliau dengan gelar Tubagus. Sejatinya gelar yang dimilikinya adalah Raden atau Pangeran.
Beliau adalah ulama mastur yang jarang diketahui orang. Banyak sekali kelebihan-kelebihan yang dimiliki beliau ini. Berdasarkan riwayat yang diuraikan oleh keturunannya yang ke 13. pada masa lalu makam beliau ini ternyata sering dikunjungi oleh ulama-ulama besar seperti Al-Habib Husein bin Abi Bakar Alaidrus Luar Batang, Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al Attas Empang Bogor, Kyai Ajengan Amin (Ayah Abuya Dimyati Banten), Guru Mugni Kuningan dan banyak lagi ulama-ulama lainnya. Makam beliau pada masa lalu tidak putus-putusnya diziarahi orang, baik mereka yang berasal dari Jakarta maupun dari luar Jakarta. Suasana yang paling meriah adalah ketika akan diadakannya Maulid Nabi dan Sedekah Bumi.
Daerah Jagakarsa yang telah dibuka beliau kelak akan menjadi sebuah pemukiman yang besar dan banyak didatangi orang.
Kelak estafet kepemimpinan digantikan oleh dua orang anaknya yang bernama Raden Muhammad Kahfi dan Raden Arya Kemang Yudanegara. Kedua anak beliau ini bahkan telah menjadi Adipati yang luas kekuasaannya melebihi apa yang telah dicapai ayah-ayah mereka.