Senin, 17 April 2017

TIGA JILID KITAB AL FATAWI (Kitab Silsilah dan Sejarah Jayakarta dan Betawi) DAN PENULISNYA, AL ALLAMAH KHR. AHMAD SYAR'I AL HAFIZ


Inilah kitab yang banyak memberikan informasi tentang Sejarah Jayakarta dan Betawi, ditulis oleh para Mushonif dari keturunan asli Jayakarta. Kitab ini terdiri dari: 

1. Tarikh Jayakarta (berisikan Peradaban dan Sejarah Jayakarta)
2. Adat Istiadat Jayakarta
3. Hukum dan Silsilah Keluarga Besar Jayakarta

Kitab ini ditulis dengan menggunakan Tinta Jafaron dan kertas yang berkualitas bagus, sehingga sampai sekarang tulisannya masih bisa dibaca. Sekalipun kitab ini pernah terkena banjir, namun dengan kekuasaan Allah 75 % isi dari kitab itu masih bisa dibaca dengan baik, ini mungkin karena pemakaian tinta ja'faron dan kertas yang baik, sepertinya penulis kitab Al Fatawi sudah menyiapkan agar kitab ini bisa bertahan lama dan bisa diwariskan kepada mereka yang mempunyai kepedulian dalam Sejarah Jayakarta.Menurut salah seorang keluarga Pitung, bahwa sang penulis kitab al fatawi mempunyai kemampuan citra rasa seni yang tinggi, karena tulisan yang beliau buat itu huruf khotnya baik serta gambar-gambar yang dibuat juga cukup unik.Saya sendiri ketika melihat isi kitab Al Fatawi cukup kagum juga, karena memang setahu saya untuk bisa menulis kitab seperti itu apalagi dengan ditambah kemampuan menggambar dan melukis yang baik tentu penulis kitab ini bukan orang sembarangan, apalagi kitab itu ditulis dengan tulisan arab melayu gundul.Sesuatu yang jarang bisa dilakukan orang bila dia tidak mempunyai ilmu bahasa arab yang baik.

Ketiga Kitab ini ditulis secara estafet sejak masa Fatttahillah sampai dengan kepada KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i Mertakusuma. semua penulisnya jelas dan terdata didalam kitab tersebut. Pada masa KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i Mertakusuma, semua catatan-catatan lama dari Kitab Al Fatawi ditulis ulang oleh beliau dengan bahasa Arab Melayu Gundul. KH Ahmad Syar'i Mertakusuma inilah yang telah berjasa dalam menghimpun sejarah Jayakarta berdasarkan uraian turun temurun. Semua pencatat Sejarah Jayakarta adalah ulama dan Ketua Lembaga Keadatan Jayakarta. Pencatat Sejarah Jayakarta tidak boleh sembarang orang, dia harus mempunyai kualifikasi dalam bidang sejarah, budaya, politik, militer, dan lebih khusus lagi ilmu agamanya, intinya mereka harus banyak menguasai segala bidang.

KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i Mertakusuma sendiri adalah buronan wahid Penjajah, apalagi sejak meletusnya perlawanan PITUNG dan KI DALANG, sehingga keberadaanya dicari hidup ataupun mati. KH Ahmad Syar'i sendiri memang terkenal keras dan tidak pandang bulu terhadap penjajah, bagi beliau siapapun mereka jika sudah berada di ruang lingkup penjajah wajib hukumnya diperangi, beliau bahkan sangat benci kepada mereka yang mau bekerja di pemerintahan Belanda. kekerasan sikap KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i memang watak khasnya. Peristiwa tahun 1928 (sumpah pemuda) saja pernah dia kritik dengan tajam dan keras, terutama melalui Muhammad Husni Thamrin dan beberapa tokoh pemuda saat itu. Beliau ini bahkan sudah dijatuhi vonis mati oleh Penjajah karena terlibat Pemberontakan Ki Dalang pada tahun 1914 dan sampai puncaknya ditahun 1924. Namun vonis mati tidak sempat dilaksanakan, karena beliau berhasil meloloskan diri dari penjara di Karawang. Maka jadilah beliau saat itu buronan yang paling dicari.

Akibat pengejaran yang tidak berhenti itu menyebabkan beliau hijrah ke Palembang pada tahun 1926, kebetulan di Palembang banyak teman-teman seperjuanganya yang juga sering mengadakan konsolidasi dengan beliau. Pada saat beliau hijrah ke Palembang ini, beliau berhasil menyelamatkan Kitab Al Fatawi dari incaran belanda, sebab jika kitab Al Fatawi jatuh ke tangan Belanda, maka akan habislah Keluarga Besar Jayakarta yang selama ini berjuang dibawah tanah, karena didalam kitab Al Fatawi tertera jelas siapa saja keturunan asli Jayakarta termasuk dimana posisi mereka menetap.Sekalipun beliau menetap di Palembang, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Ratu Bagus Asmuni. Ratu Bagus Asmuni inilah yang melakukan konsolidasi dengan Muhammad Husni Thamrin. KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i sendiri merupakan penasehat dan orang dekat dari Muhammad Husni Thamrin. Hubungan mereka bahkan sudah seperti ayah dan anak.KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i sekalipun berada di Palembang beliau terus memantau gerakan perjuangan di Betawi. Bahkan saat beliau mendengar wafatnya Muhammad Husni Thamrin, beliau sangat bersedih karena hubungan mereka sangat dekat. Di Kitab Al Fatawi sendiri sejarah dan biografi Muhammad Husni Thamrin beliau catat dengan lengkap termasuk silsilah Muhammad Husni Thamrin.

KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i Mertakusuma telah hijrah ke Palembang, namun keberadaan beliau disana dilindungi oleh para pejuang Palembang, bahkan di Palembang KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i dipanggil dengan panggilan kehormatan yaitu BABE BETAWI. Beliau sendiri dimakamkan di Puncak Sekuning Palembang, menurut salah seorang sepupu saya, dahulu untuk dimakamkan di area Puncak Sekuning Palembang, itu jelas bukan orang sembarangan, biasanya dia adalah tokoh besar, 

Sejarah ataupun informasi yang ditulis didalam kitab AL FATAWI jelas lebih bertanggung jawab dan bermoral, karena ini kitab ini ditulis bukan karena adanya "pesanan" seperti yang dilakukan Belanda kepada ilmuwannya. Kitab ini murni ditulis untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. Kitab ini validitasnya lebih bisa diterima karena ditulis oleh seorang ulama yang juga mengerti sejarah, silsilah, seni, politik, budaya, militer bahkan bela diri. Disamping itu kekuatan kitab Al Fatawi adalah dengan adanya sanad. Sebuah kitab jelas sangat bernilai tinggi ketika penulisan atau kajiannya menggunakan sanad. Secara umum memang keluarga besar Jayakarta baik itu sejak masa Fattahillah sampai dengan masa KH Ratu Bagus Ahmad Syar'i adalah memang keluarga besar yang dekat dengan kajian keislaman yang bersanad.

KItab Al Fatawi sendiri dalam perjalananya mengalami banyak cerita, dari mulai dicari cari Belanda sampai kepada taraf pelecehan, seperti yang pernah dilakukan oleh salah seorang oknum kepada pemegang kitab Al Fatawi sendiri pada tahun 1970, si oknum tersebut memang masih meyakini bahwa data Belanda itu jauh lebih "shahih" ketimbang catatan putra bangsa sendiri. Padahal saat itu pemegang kitab Al Fatawi sudah ikhlas agar kitab itu diberikan kepada fihak yang berkompeten dalam bidang sejarah, namun ternyata tanggapannya waktu itu sangat melecehkan dan sepertinya memang tulisan bangsa lain lebih sering "diTuhankan" ketimbang tulisan bangsa sendiri, sepertinya masih ada sebagian bangsa kita yang tidak PD terhadap tulisan anak bangsa sendiri. Idealisme dan harga diri intelektual masih sering terkungkung kepada tulisan tulisan fihak penjajah...ironis....

Bagi saya mereka yang tidak menghargai tulisan yang dibuat oleh putra bangsa sendiri bahkan terkesan melecehkan atau meremehkan, mereka itu adalah "antek-antek penjajah". Saya sendiri sering membaca karya karya ilmuwan dari fihak kolonial, namun bukan berarti tulisan mereka itu saya telan mentah-mentah. Pada saat dikatakan bahwa Jayakarta sejarahnya banyak yang simpang siur, saya adalah orang yang tidak percaya dengan informasi itu, bagaimana mungkin Jayakarta yang merupakan pusat kekuasaan Penjajah, tidak mempunyai sejarah dari anak bangsanya sendiri....? Dan memang akhirnya Allah menunjukkan kebesarannya, tanpa saya minta tanpa saya sangka, Allah memberikan jalan agar saya bisa melihat langsung sebenarnya bagaimana itu sebenarnya Sejarah Jayakarta dan Betawi, maka dengan izin Allah bertemulah saya dengan tiga jilid kitab ini....

Penghargaan yang setinggi tingginya patut saya berikan kepada keluarga besar Mertakusuma dan Nitikusuma yang sudah menjaga dan merawat kitab ini dengan baik..Terima kasih kepada Bang Yu Mertakusuma, terima kasih kepada Bang Indra Rizki Mertakusuma, terima kasih kepada Bang Daeng Mertakusuma, terima kasih kepada Irfan Nitikusuma Azmatkhan yang sudah ikhlas mati-matian memberikan data-data tertulis milik keluarga besar Aria Jipang di Rawa Belong, juga kepada keluarga besar Majelis Pemangku Adat Al Fatawi, terima kasih pula kepada para sesepuh Betawi yang masih setia menjaga beberapa pusaka peninggalan pada masa Jayakarta....

"MOHON MAAF ..KAMI TIDAK MERIDOI DUNIA AKHERAT KALAU TULISAN INI DI PLAGIAT ATAU DIAKU AKU SEPERTI YANG PERNAH DILAKUKAN OLEH BEBERAPA ORANG YANG MENGAKU PENULIS.....KALAU MAU SHARE SILAHKAN....ANA RIDHO YANG PENTING KITA HARUS JUJUR..."